- Fraktur (patah tulang) adalah terputusnya kontinuitas struktur tulang dan ditentukan sesuai jenis dan luasnya. (smeltzer S.C & Bare B.G,2001)
- Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang utuh.( Reeves C.J,Roux G & Lockhart R,2001 )
Jenis Fraktur :
Agar lebih sistematis, jenis fraktur dapat dibagi berdasarkan :
- Lokasi
Fraktur dapat terjadi pada tulang di mana saja seperti pada diafisis, metafisis, epifisis, atau intraartikuler. Jika fraktur didapatkan bersamaan dengan dislokasi sendi, maka dinamakan fraktur dislokasi. - Luas
Terbagi menjadi fraktur lengkap (komplit) dan tidak lengkap (inkomplit). Fraktur tidak lengkap contohnya adalah retak. - Konfigurasi
Dilihat dari garis frakturnya, dapat dibagi menjadi transversal (mendatar), oblik (miring), atau spiral (berpilin/ memuntir seputar batang tulang). Jika terdapat lebih dari satu garis fraktur, maka dinamakan kominutif, jika satu bagian patah sedangkan sisi lainnya membengkok disebut greenstick. Fraktur dengan fragmen patahan terdorong kedalam ( sering terjadi pada tulang tengkorak dan wajah) disebut depresi, fraktur dimana tulang mengalami kompresi ( terjadi pada tulang belakang ) disebut kompresi. - Hubungan antar bagian yang fraktur
Antar bagian yang fraktur dapat masih berhubungan (undisplaced) atau terpisah jauh (displaced). - Hubungan antara fraktur dengan jaringan sekitar
Fraktur dapat dibagi menjadi fraktur terbuka (jika terdapat hubungan antara tulang dengan dunia luar) atau fraktur tertutup (jika tidak terdapat hubungan antara fraktur dengan dunia luar).
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade yaitu :
Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1 cm.
Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan jaringan lunak yang ekstensif.
Grade III : sangat terkontaminasi, dan mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
Etiologi :
Terjadinya fraktur akibat adanya trauma yang mengenai tulang yang kekuatannya melebihi kekuatan tulang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fraktur :
· Faktor ekstrinsik yaitu meliputi kecepatan dan durasi trauma yang mengenai tulang, arah serta kekuatan tulang.
· Faktor intrinsik yaitu meliputi kapasitas tulang mengabsorpsi energi trauma, kelenturan, densitas serta kekuatan tulang.
Pengkajian
Riwayat Penyakit :
Dilakukan anamnesa untuk mendapatkan riwayat mekanisme terjadinya cidera, posisi tubuh saat berlangsungnya trauma, riwayat fraktur sebelumnya, pekerjaan, obat-obatan yang dikomsumsi, merokok, riwayat alergi, riwayat osteoporosis serta riwayat penyakit lainnya.
1. Inspeksi (look)
Adanya deformitas (kelainan bentuk) seperti bengkak, pemendekan, rotasi, angulasi, fragmen tulang (pada fraktur terbuka).
2. Palpasi (feel)
Adanya nyeri tekan (tenderness), krepitasi, pemeriksaan status neurologis dan vaskuler di bagian distal fraktur. Palpasi daerah ektremitas tempat fraktur tersebut, di bagian distal cedera meliputi pulsasi arteri, warna kulit, capillary refill test.
3. Gerakan (moving)
Adanya keterbatasan gerak pada daerah fraktur.
Pemeriksaan Penunjang :
1. Pemeriksaan radiologis (rontgen), pada daerah yang dicurigai fraktur, harus mengikuti aturan role of two, yang terdiri dari :
- Mencakup dua gambaran yaitu anteroposterior (AP) dan lateral.
- Memuat dua sendi antara fraktur yaitu bagian proximal dan distal.
- Memuat dua extremitas (terutama pada anak-anak) baik yang cidera maupun yang tidak terkena cidera (untuk membandingkan dengan yang normal)
- Dilakukan dua kali, yaitu sebelum tindakan dan sesudah tindakan.
2. Pemeriksaan laboratorium, meliputi:
- Darah rutin,
- Faktor pembekuan darah,
- Golongan darah (terutama jika akan dilakukan tindakan operasi),
- Urinalisa,
- Kreatinin (trauma otot dapat meningkatkan beban kreatinin untuk kliren ginjal).
3. Pemeriksaan arteriografi dilakukan jika dicurigai telah terjadi kerusakan vaskuler akibat fraktur tersebut.
Komplikasi :
Penyebab komplikasi fraktur secara umum dibedakan menjadi dua yaitu bisa karena trauma itu sendiri, bisa juga akibat penanganan fraktur yang disebut komplikasi iatrogenik.
Kompikasi Umum :
Syok hipovolemia (karena perdarahan yang banyak), syok neurogenik (karena nyeri yang hebat), koagulopati diffus, gangguan fungsi pernafasan. Komplikasi ini dapat terjadi dalam waktu 24 jam pertama pasca trauma, dan setelah beberapa hari atau minggu dapat terjadi gangguan metabolisme yaitu peningkatan katabolisme, emboli lemak, tetanus, gas ganggren, trombosit vena dalam (DVT).
Komplikasi Lokal :
Jika komplikasi yang terjadi sebelum satu minggu pasca trauma disebut komplikasi dini, jika komplikasi terjadi setelah satu minggu pasca trauma disebut komplikasi lanjut.
Ada beberapa komplikasi yang terjadi yaitu :
- Infeksi, terutama pada kasus fraktur terbuka.
- Osteomielitis yaitu infeksi yang berlanjut hingga tulang.
- Atropi otot karena imobilisasi sampai osteoporosis.
- Delayed union yaitu penyambungan tulang yang lama.
- Non union yaitu tidak terjadinya penyambungan pada tulang yang fraktur.
- Artritis supuratif, yaitu kerusakan kartilago sendi.
- Dekubitus, karena penekanan jaringan lunak oleh gips.
- Lepuh di kulit karena elevasi kulit superfisial akibat edema.
- Terganggunya gerakan aktif otot karena terputusnya serabut otot,
- Sindroma kompartemen karena pemasangan gips yang terlalu ketat sehingga mengganggu aliran darah.
Penatalaksanaan :
Penatalaksanaan fraktur mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:
1. Mengurangi rasa nyeri,
Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk mengurangi nyeri dapat diberi obat penghilang rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang gips.
2. Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur.
Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi yang bersifat sementara saja.
3. Membuat tulang kembali menyatu
Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4 minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.
4. Mengembalikan fungsi seperti semula
Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut diperlukan upaya mobilisasi.
Proses Penyembuhan Tulang :
Fase Inflamasi :
Fase ini berlangsung mulai terjadinya fraktur hingga kurang lebih satu sampai dua minggu. Peningkatan aliran darah menimbulkan hematom diikuti invasi sel-sel peradangan yaitu neutrofil, makrofag, sel fagosit, osteoklas, yang berfungsi untuk membersihkan jaringan nekrotik, yang akan mempersiapkan fase reparatif. Jika dirontgen, garis fraktur lebih terlihat karena telah disingkirkannya material nekrotik.
Fase Reparatif :
Dapat berlangsung beberapa bulan. Ditandai dengan diferensiasi dari sel mesenkim pluripotensial. Hematom fraktur diisi oleh kondroblas dan fibroblas yang akan menjadi tempat matrik kalus. Pada awalnya terbentuk kalus lunak, terdiri dari jaringan fibrosa dan kartilago dengan sejumlah kecil jaringan tulang. Osteoblas mengakibatkan mineralisasi kalus lunak menjadi kalus keras serta menambah stabilitas fraktur. Jika dirontgen maka garis fraktur mulai tidak tampak.
Fase Remodeling :
Fase ini bisa membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tahunan untuk merampungkan penyembuhan tulang, yang meliputi aktifitas osteoblas dan osteoklas yang menghasilkan perubahan jaringan immatur agar menjadi matur, terbentuknya tulang lamelar sehingga menambah stabilitas daerah fraktur.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar