Kamis, 26 Juli 2012

Asuhan Keperawatan Tonsilitis


A. DEFINISI TONSILITIS

Tonsilitis akut adalah peradangan pada tonsil yang masih bersifat ringan. Radang tonsil pada anak hampir selalu melibatkan organ sekitarnya sehingga infeksi pada faring biasanya juga mengenai tonsil sehingga disebut sebagai tonsilofaringitis. ( Ngastiyah,1997 )
Tonsilitis

B. ETIOLOGI TONSILITIS

Penyebab tonsilitis bermacam – macam, diantaranya adalah yang tersebut dibawah ini yaitu :
  1. Streptokokus Beta Hemolitikus
  2. Streptokokus Viridans
  3. Streptokokus Piogenes
  4. Virus Influenza
Infeksi ini menular melalui kontak dari sekret hidung dan ludah (droplet infections)

C. PROSES PATOLOGI TONSILITIS

Bakteri dan virus masuk masuk dalam tubuh melalui saluran nafas bagian atas, akan menyebabkan infeksi pada hidung atau faring kemudian menyebar melalui sistem limfa ke tonsil.
Adanya bakteri dan virus patogen pada tonsil menyebabkan terjadinya proses inflamasi dan infeksi sehingga tonsil membesar dan dapat menghambat keluar masuknya udara.
Infeksi juga dapat mengakibatkan kemerahan dan edema pada faring serta ditemukannya eksudat berwarna putih keabuan pada tonsil sehingga menyebabkan timbulnya sakit tenggorokan, nyeri telan, demam tinggi bau mulut serta otalgia.

D. PATHWAYS TONSILITIS

  1. Download Pathway Tonsilitis

E. MANIFESTASI KLINIS TONSILITIS

Tanda dan gejala tonsilitis akut adalah :
  1. Nyeri tenggorok
  2. Nyeri telan
  3. Sulit menelan
  4. Demam
  5. Mual
  6. Anoreksia
  7. Kelenjar limfa leher membengkak
  8. Faring hiperemis
  9. Edema faring
  10. Pembesaran tonsil
  11. Tonsil hiperemia
  12. Mulut berbau
  13. Otalgia (sakit di telinga)
  14. Malaise

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG TONSILITIS

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk memperkuat diagnosa tonsilitis akut adalah pemeriksaan laboratorium meliputi :
  1. Leukosit : terjadi peningkatan
  2. Hemoglobin : terjadi penurunan
  3. Usap tonsil untuk pemeriksaan kultur bakteri dan tes sensitifitas obat

G. KOMPLIKASI TONSILITIS

Komplikasi yang dapat muncul bila tonsilitis akut tidak tertangani dengan baik adalah :
  1. Tonsilitis kronis
  2. Otitis media

H. PENATALAKSANAAN TONSILITIS

Penanganan pada klien dengan tonsilitis akut adalah :
  1. Penatalaksanaan medis
    1. Antibiotik baik injeksi maupun oral seperti cefotaxim, penisilin, amoksisilin, eritromisin dll
    2. Antipiretik untuk menurunkan demam seperti parasetamol, ibuprofen.
    3. Analgesik untuk meredakan nyeri
  2. Penatalaksanaan keperawatan
    1. Kompres dengan air hangat
    2. Istirahat yang cukup
    3. Pemberian cairan adekuat, perbanyak minum hangat
    4. Kumur dengan air hangat
    5. Pemberian diit cair atau lunak sesuai kondisi pasien

I. FOKUS PENGKAJIAN Askep TONSILITIS

  1. Keluhan utama
    1. Sakit tenggorokan, nyeri telan, demam dll
  2. Riwayat penyakit sekarang : serangan, karakteristik, insiden, perkembangan, efek terapi dll
  3. Riwayat kesehatan lalu
    1. Riwayat kelahiran
    2. Riwayat imunisasi
    3. Penyakit yang pernah diderita ( faringitis berulang, ISPA, otitis media )
    4. Riwayat hospitalisasi
  4. Pengkajian umum
    1. Usia, tingkat kesadaran, antopometri, tanda – tanda vital dll
  5. Pernafasan
    1. Kesulitan bernafas, batuk
    2. Ukuran besarnya tonsil dinyatakan dengan :
      1. T0 : bila sudah dioperasi
      2. T1 : ukuran yang normal ada
      3. T2 : pembesaran tonsil tidak sampai garis tengah
      4. T3 : pembesaran mencapai garis tengah
      5. T4 : pembesaran melewati garis tengah
  6. Nutrisi
    1. Sakit tenggorokan, nyeri telan, nafsu makan menurun, menolak makan dan minum, turgor kurang
  7. Aktifitas / istirahat
    1. Anak tampak lemah, letargi, iritabel, malaise
  8. Keamanan / kenyamanan
    1. Kecemasan anak terhadap hospitalisasi

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN dan FOKUS INTERVENSI KEPERAWATAN TONSILITIS

Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada Tonsilitis akut adalah :
  1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi pada faring dan tonsil
    1. Intervensi Keperawatan :
      1. Pantau suhu tubuh anak ( derajat dan pola ), perhatikan menggigil atau tidak
      2. Pantau suhu lingkungan
      3. Batasi penggunaan linen, pakaian yang dikenakan klien
      4. Berikan kompres hangat
      5. Berikan cairan yang banyak ( 1500 – 2000 cc/hari )
      6. Kolaborasi pemberian antipiretik
  2. Nyeri berhubungan dengan pembengkakan pada tonsil
    1. Intervensi Keperawatan:
      1. Pantau nyeri klien(skala, intensitas, kedalaman, frekuensi)
      2. Kaji Tanda-tanda Vital
      3. Berikan posisi yang nyaman
      4. Berikan tehnik relaksasi dengan tarik nafas panjang melalui hidung dan mengeluarkannya pelan – pelan melalui mulut
      5. Berikan tehnik distraksi untuk mengalihkan perhatian anak
      6. Kolaborasi pemberian analgetik
  3. Resiko perubahan status nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan adanya anoreksia
    1. Intervensi Keperawatan :
      1. Kaji conjungtiva, sclera, turgor kulit
      2. Timbang BB tiap hari
      3. Berikan makanan dalam keadaan hangat
      4. Berikan makanan dalam porsi sedikit tapi seringsajikan makanan dalam bentuk yang menarik
      5. Tingkatkan kenyamanan lingkungan saat makan
      6. Kolaborasi pemberian vitamin penambah nafsu makan
  4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan
    1. Intervensi Keperawatan :
      1. Kaji kemampuan klien dalam melakukan aktifitas
      2. Observasi adanya kelelahan dalam melakukan aktifitas
      3. Monitor Tanda-tanda Vital sebelum, selama dan sesudah melakukan aktifitas
      4. Berikan lingkungan yang tenang
      5. Tingkatkan aktifitas sesuai toleransi klien
  5. Gangguan persepsi sensori : pendengaran berhubungan dengan adanya obstruksi pada tuba eustakii
    1. Intervensi Keperawatan:
      1. Kaji ulang gangguan pendengaran yang dialami klien
      2. Lakukan irigasi telinga
      3. Berbicaralah dengan jelas dan pelan
      4. Gunakan papan tulis / kertas untuk berkomunikasi jika terdapat kesulitan dalam berkomunikasi
      5. Kolaborasi pemeriksaan audiometri
      6. Kolaborasi pemberian tetes telinga

DAFTAR PUSTAKA

  1. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
  2. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
  3. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997
  4. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001

Askep Angiofibroma Nasofaring Belia

PENGERTIAN ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

Angiofibroma nasofaring belia adalah sebuah tumor jinak nasofaring yang cenderung menimbulkan perdarahan yang sulit dihentikan dan terjadi pada laki-laki prepubertas dan remaja.
Angiofibroma nasofaring belia Angiofibroma nasofaring belia merupakan neoplasma vaskuler yang terjadi hanya ada laki-laki, biasanya selama masa prepubertas dan remaja
Umumnya terdapat pada rentang usia 7 s/d 21 tahun dengan insidens terbanyak antara usia 14-18 tahun dan jarang pada usia diatas 25 tahun.
Angiofibroma Nasofaring Belia merupakan tumor jinak nasofaring terbanyak dan 0,05% dari seluruh tumor kepala dan leher

ETIOLOGI ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

Etiologi Angiofibroma Nasofaring Belia masih belum jelas, berbagai jenis teori banyak diajukan. Diantaranya teori jaringan asal dan faktor ketidak-seimbangan hormonal
Secara histopatologi, Angiofibroma Nasofaring Belia termasuk tumor jinak, tetapi secara klinis ganas karena bersifat ekspansif dan mempunyai kemampuan mendestruksi tulang. Tumor yang kaya pembuluh darah ini memperoleh aliran darah dari arteri faringealis asenden atau arteri maksilaris interna.
Angiofibroma kaya dengan jaringan fibrosa yang timbul dari atap nasofaring atau bagian dalam dari fossa pterigoid. Setelah mengisi nasofaring, Angiofibroma Nasofaring Belia meluas ke dalam sinus paranasal, rahang atas, pipi dan orbita serta dapat meluas ke intra kranial setelah mengerosi dasar tengkorak.

TANDA DAN GEJALA ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

Gejala klinik terdiri dari hidung tersumbat (80-90%); merupakan gejala yang paling sering, diikuti epistaksis (45-60%); kebanyakan unilateral dan rekuren, nyeri kepala (25%); khususnya bila sudah meluas ke sinus paranasal, pembengkakan wajah (10-18%) dan gejala lain seperti anosmia, rhinolalia, deafness, pembengkakan palatum serta deformitas pipi.
Angiofibroma Nasofaring Belia sangat sulit untuk di palpasi, palpasi harus sangat hati-hati karena sentuhan jari pada permukaan tumor dapat menimbulkan perdarahan yang ekstensif.

PENEGAKAN DIAGNOSIS ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

Diagnosis ditegakkan dengan anamnesis, pemeriksaan fisik dan penunjang seperti x-foto polos, CT scan, angiografi atau MRI. Dijumpai tanda Holman-Miller pada pemeriksaan x-foto polos berupa lengkungan ke depan dari dinding posterior sinus maksila.
Biopsi tidak dianjurkan mengingat resiko perdarahan yang masif dan karena teknik pemeriksaan radiologi yang modern sekarang ini dapat menegakkan diagnosis dengan tingkat ketepatan yang tinggi. Angiofibroma Nasofaring Belia dapat didiagnosis banding dengan polip koana, adenoid hipertrofi, dan lain-lain.

PENATALAKSANAAN ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

Penatalaksanaan Angiofibroma Nasofaring Belia adalah dengan pembedahan; dimana 6-24% rekuren, stereotactic radioterapi; digunakan jika ada perluasan ke intrakranial atau pada kasus-kasus yang rekuren.
Penatalaksanaan Angiofibroma Nasofaring Belia adalah dengan pembedahan yang sering didahului oleh embolisasi intra-arterial 24-48 jam preoperatif yang berguna untuk mengurangi perdarahan selama operasi2,4,5. Material yang digunakan untuk embolisasi ini terdiri dari mikropartikel reabsorpsi seperti Gelfoam, Polyvinyl alcohol atau mikropartikel nonabsorpsi seperti Ivalon dan Terbal. Penggunaan embolisasi ini tergantung pada ahli bedah masing-masing.

KOMPLIKASI

Komplikasi yang timbul dapat berupa perdarahan yang berlebihan dan transformasi maligna.

STADIUM ANGIOFIBROMA

Untuk menentukan perluasan tumor, dibuat sistem staging. Ada 2 sistem yang paling sering digunakan yaitu Sessions dan Fisch.
Klasifikasi menurut Sessions sebagai berikut :
  1. Stage I A         : Tumor terbatas pada nares posterior dan/atau nasofaring
  2. Stage I B         : Tumor melibatkan nares posterior dan/atau nasofaring dengan perluasan ke satu sinus paranasal.
  3. Stage II A       : Perluasan lateral minimal ke dalam fossa pterygomaksila.
  4. Stage II B       : Mengisi seluruh fossa pterygomaksila dengan atau tanpa erosi ke tulang orbita.
  5. Stage III A      : Mengerosi dasar tengkorak; perluasan intrakranial yang minimal.
  6. Stage III B      : Perluasan ke intrakranial dengan atau tanpa perluasan ke dalam sinus kavernosus.
Klasifikasi menurut Fisch :
  1. Stage I             : Tumor terbatas pada kavum nasi, nasofaring tanpa destruksi tulang.
  2. Stage II           :Tumor menginvasi fossa pterygomaksila, sinus paranasal dengan destruksi tulang.
  3. Stage III          :Tumor menginvasi fossa infra temporal, orbita dan/atau daerah parasellar sampai sinus kavernosus.
  4. Stage IV          : Tumor menginvasi sinus kavernosus, chiasma optikum dan/atau fossa pituitary.

PENGKAJIAN ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

  1. Faktor herediter atau riwayat kanker pada keluarga misal ibu atau nenek dengan riwayat kanker payudara
  2. Lingkungan yang berpengaruh seperti iritasi bahan kimia, asap sejenis kayu tertentu.
  3. Kebiasaan memasak dengan bahan atau bumbu masak tertentu dan kebiasaan makan makanan yang terlalu panas serta makanan yang diawetkan (daging dan ikan).
  4. Golongan sosial ekonomi yang rendah juga akan menyangkut keadaan lingkungan dan kebiasaan hidup. (Efiaty & Nurbaiti, 2001 hal 146)

TANDA dan GEJALA ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

  1. Aktivitas
    Kelemahan atau keletihan. Perubahan pada pola istirahat; adanya faktor-faktor yang mempengaruhi tidur seperti nyeri, ansietas.
  2. Sirkulasi
    Akibat metastase tumor terdapat palpitasi, nyeri dada, penurunan tekanan darah, epistaksis/perdarahan hidaung.
  3. Integritas ego
    Faktor stres, masalah tentang perubahan penampilan, menyangkal diagnosis, perasaan tidak berdaya, kehilangan kontrol, depresi, menarik diri, marah.
  4. Eliminasi
    Perubahan pola defekasi konstipasi atau diare, perubahan eliminasi urin, perubahan bising usus, distensi abdomen.
  5. Makanan/cairan
    Kebiasaan diit buruk ( rendah serat, aditif, bahanpengawet), anoreksia, mual/muntah, mulut rasa kering, intoleransi makanan,perubahan berat badan, kakeksia, perubahan kelembaban/turgor kulit.
  6. Neurosensori
    Sakit kepala, tinitus, tuli, diplopia, juling, eksoftalmus
  7. Nyeri/kenyamanan
    Rasa tidak nyaman di telinga sampai rasa nyeri telinga (otalgia), rasa kaku di daerah leher karena fibrosis jaringan
  8. Pernapasan
    Merokok (tembakau, mariyuana, hidup dengan seseorang yang merokok)
  9. Keamanan
    Pemajanan pada kimia toksik, karsinogen, pemajanan matahari lama / berlebihan, demam, ruam kulit.
  10. Interaksi sosial
    Ketidakadekuatan/kelemahan sistem pendukung

  11. (Doenges, 2000)

DIAGNOSA KEPERAWATAN dan INTERVENSI KEPERAWATAN ANGIOFIBROMA NASOFARING BELIA

  1. Nyeri berhubungan dengan kompresi/destruksi jaringan saraf
    1. Tujuan : rasa nyeri teratasi atau terkontrol
    2. Kriteria hasil : mendemonstrasikan penggunaan ketrampilan relaksasi nyeri.
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Tentukan riwayat nyeri misalnya lokasi, frekuensi, durasi
      2. Berikan tindakan kenyamanan dasar (reposisi, gosok punggung) dan aktivitas hiburan.
      3. Dorong penggunaan ketrampilan manajemen nyeri (teknik relaksasi, visualisasi, bimbingan imajinasi) musik, sentuhan terapeutik.
      4. Evaluasi penghilangan nyeri atau kontrol
      5. Kolaborasi : berikan analgesik sesuai indikasi misalnya Morfin, metadon atau campuran narkotik.
  2. Gangguan sensori persepsi berubungan dengan gangguan status organ sekunder
    1. Tujuan : mampu beradaptasi terhadap perubahan sensori pesepsi
    2. Kriteria hasil : mengenal gangguan dan berkompensasi terhadap perubahan
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Tentukan ketajaman penglihatan, apakah satu atau dua mata terlibat.
      2. Orientasikan pasien terhadap lingkungan
      3. Observasi tanda-tanda dan gejala disorientasi
      4. Perhatikan tentang suram atau penglihatan kabur
      5. Bicara dengan gerak mulut yang jelas
      6. Bicara pada sisi telinga yang sehat
  3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual muntah sekunder
    1. Tujuan : kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi.
    2. Kriteria hasil :
      1. Melaporkan penurunan mual dan insidens muntah
      2. Mengkonsumsi makanan dan cairan yang adekuat
      3. Menunjukkan turgor kulit normal dan membran mukosa yang lembab
      4. Melaporkan tidak adanya penurunan berat badan tambahan
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Sesuaikan diet sebelum dan sesudah pemberian obat sesuai dengan kesukaan dan toleransi pasien
      2. Berikan dorongan higiene oral yang sering
      3. Berikan antiemetik, sedatif dan kortikosteroid yang diresepkan
      4. Pastikan hidrasi cairan yang adekuat sebelum, selama dan setelah pemberian obat, kaji masukan dan haluaran.
      5. Pantau masukan makanan tiap hari
      6. Ukur TB, BB dan ketebalan kulit trisep (pengukuran antropometri)
      7. Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori, kaya nutrien dengan masukan cairan adekuat.
      8. Kontrol faktor lingkungan (bau dan panadangan yang tidak sedap dan kebisingan)
  4. Resiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder imunosupresi
    1. Tujuan : tidak terjadi infeksi
    2. Kriteria hasil :
      1. Menunjukkan suhu normal dan tanda-tanda vital normal
      2. Tidak menunjukkan tanda-tanda inflamasi : edema setempat, eritema, nyeri.
      3. Menunjukkan bunyi nafas normal, melakukan nafas dalam untuk menegah disfungsi dan infeksi respiratori
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Kaji pasienterhadap bukti adanya infeksi :
      2. Periksa tanda vital, pantau jumlah SDP, tempat masuknya patogen, demam, menggigil, perubahan respiratori atau status mental, frekuensi berkemih atau rasa perih saat berkemih
      3. Tingkatkan prosedur cuci tangan yang baik pada staf dan pengunjung, batasi pengunjung yang mengalami infeksi.
      4. Tekankan higiene personal
      5. Pantau suhu
      6. Kaji semua sistem (pernafasan, kulit, genitourinaria)
  5. Resiko terhadap perdarahan berhubungan dengan gangguan sistem hematopoetik
    1. Tujuan : perdarahan dapat teratasi
    2. Kriteria hasil :
      1. Tanda dan gejala perdarahan teridentifikasi
      2. Tidak menunjukkan adanya epistaksis
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Kaji terhadap potensial perdarahan : pantau jumlah trombosit
      2. Kaji terhadap perdarahan : epsitaksis
      3. Instruksikan cara-cara meminimalkan perdarahan : minimalkan penekanan/ gesekan pada hidung

Kepustakaan

  1. Averdi R, Umar SD. Angiofibroma Nasofaring Belia. Dalam : Efiaty AS, Nurbaiti I. Buku ajar ilmu kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke 5, Jakarta : Balai Penerbit FK UI, 2001. 151-2.
  2. Adams GL, et al. Boies – Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997.
  3. Doenges, Marilynn E. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk Perencanaan dan pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa I Made Kariasa. Ed. 3. Jakarta : EGC;1999
  4. Efiaty Arsyad Soepardi & Nurbaiti Iskandar. Buku Ajar Ilmu Kesehatan : Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001
  5. R. Sjamsuhidajat &Wim de jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi revisi. Jakarta : EGC ; 1997
  6. Sadeghi N. Sinonasal Papillomas, Treatment. Available from URL : http://www.emedicine.com/ent/topic529.html
  7. Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk. Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001
  8. Tewfik TL. Juvenile Nasopharyngeal Angiofibroma. Available from URL : http://www.emedicine.com/ent/topic470.html

Asuhan Keperawatan Post Hiperparatyroidectomy




I. PENGERTIAN

Hipoparatyroidisme adalah hiposekresi kelenjar paratyroid yang menimbulkan syndroma berlawanan dengan hiperparatyroid, konsentrasi kalsium rendah tetapi phosfatnya tinggi dan bisa menimbulkan tetani akibat dari pengangkatan atau kerusakan kelenjar paratyroid (Tjahjono, 1996)

II. ETIOLOGI

  1. Pengangkatan kelenjar paratyroid akibat pengangkatan tyroidektomi.
  2. Terjadi sumbatan pada kelenjar tyroid akibat dari peredaran darah yang tidak adekuat.

III. PATOFISIOLOGI

Kelenjar_Thyroid
Hipoparatyroidisme (rendahnya kadar PTH) merupakan kelainan metabolik yang ditandai dengan hipokalsemia, yang secara klinik akan mengakibatkan tetani. Dalam keadaan normal, kadar kalsum dalam plasma adalah 2,3 – 2,6 mmol. Hiperkalsemia sampai 3.00 mmol/l, masih belum menimbulkan gejala. Demikian pula hipokalsemia derajat ringan (kalsium turun sampai 2.00 mmol/l ) masih belum menimbulkan gejala.
Terdapat 2 tanda klink utama untuk mendeteksi terdapatnya tetani, yaitu tanda chvostek dan tanda trousseau.

Penyebab umum adalah ikut terangkatnya kelenjar paratyrod pada saat tyroidektomi (angkanya berkisar 0 – 25 %). Penyebab lannya adalah ideopatik. Pemberian tera radioyodin terdapat kelainan kelenjar tyroid sering berpengaruh pula terhadap rendahnya hormon PTH.
Hipoparatyroidisme merupakan kelainan metabolik dengan gejala klink yang nyata, tetapi perubahan morfologik yang minimal. Terdapat abnormalitas biokimia (hipokalsemia dan hiperfosfatemia) dengan manifestasi klinik yang sangat luas. Yang menonjol adalah tetani, konvulsi, laringospasme (dapat menimbulkan anoksia yang fatal).
Hipokalsemia akan merangsang timbulnya manifestasi neuromuskuler, yaitu paraestesia dan kejang. Iritabilitas neuomuskuler ini dapat diperiksa dengan memeriksa ada tidaknya tanda chvostek (chvostek's sign). Disamping itu terdapat barbagai abnormaitas sistem saraf lainnya.

IV. PATHWAY POST HIPOPARATYROIDISME

    Download Pathway post hipoparatyroidektomy

V. MANIFESTAS KLINIK

  1. Konsentrasi kadar kalsium dalam darah menurun.
  2. Peningkatan serum fosfat dalam darah
  3. Peningkatan iritabilitas neromuskuler
  4. Nyeri otot
  5. Gemetar/tremor
  6. Lethargi
  7. Laringospasme
  8. Aritmia
  9. Kulit kering dan kuku mudah rusak
  10. Munculnya Chvostek's sign ( kejang otot wajah, hiperiritabilitas pada saraf wajah)
  11. Munculnya tanda trousseau's (kejang jari dan telapak tangan)
  12. Dari hasil pemeriksaan mata : tanda-tanda katarak.

VI. PENATALAKSANAAN MEDIS

  1. Memperbaiki konsentrasi serum kalsium
  2. Pencegahan terjadinya kejang
  3. Pengawasan terjadinya kejang laring (Laringospasme) dan obstruksi jalan nafas.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

  1. Laboratorium
    1. Serum T3 T4
    2. Elekrolit darah
    3. Fosfat alkali
    4. Pemeriksaan fungsi hepar
    5. Ureum kreatinin
    6. Katekolamin serum.
  2. EKG

VIII. PENATALAKSANAAN KEPERAWATAN

PENGKAJIAN

  1. Neurologis : Paraestesia, kesemutan, tremor, peka rangsang, kejang, adanya tanda Chvostek's/trousseou's, perubahan tingkat kesadaran.
  2. Muskoleskeletal : kekakuan dan kelelahan
  3. Kardiovaskuler : sianosis, palpitasi dan disritmia jantung
  4. Pernafasan : suara serak, stridor, edema laring
  5. Gastrointestinal : mual dan muntah
  6. Integumen : Kulit kering dan kuku keras/ kuku rapuh

IX. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL

  1. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan spasme/edema laring
    1. Tujuan : jalan nafas klien efektif
    2. Kriteria hasil :
      1. Suara nafas bersih
      2. Tidak apnoe
      3. Sputum dapat keluar dengan bak
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Kaji kecepatan dan kedalaman pernafasan, catat penggunaan alat bantu pernafasan saat klien bernafas.
      2. Auskultasi suara nafas dan catat bila ada buny tambahan (krekles, ronchi dan wheezing)
      3. Beri posisi tidur semi fowler
      4. Lakukan sap lendir secara oral atau nasotrakeal bila ada indikasi
      5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
        1. Pemberian oksigen sesuai dengan program
        2. Pemberian bronkodilator
        3. Pemberian cairan parental
  2. Resiko cidera berhubungan dengan kejang akibat hipokalsemia
    1. Tujuan : Klien terhindar dari cidera
    2. Kriteria Hasil :
      1. Klien tidak cidera akibat rangsangan kejang
      2. Hasil elektrolit (khususnya kalsium pada batas normal)
      3. Klien tenang tidak kejang
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Tempatkan klien pada tempat tidur yang menggunakan pengaman dan di ruangan yang aman dan nyaman.
      2. Catat : waktu terjadinya kejang, lamanya, bagian tubuh yang kejang, dan gejala-gejala lain yang timbul selama kejang.
      3. Observas tanda-tanda vital setelah klien kejang
      4. Sediakan dekat tempat tidur klien spatel lidah dan gudel untuk mencegah lidah ke belakang apabila terjadi kejang.
      5. Observasi kadar elektrollit
      6. Observasi adanya depresi pernafasan dan gangguan irama jantung
      7. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
        1. Pemberian anti konvulsi
        2. Pemberian obat untuk meningkatkan kalsium
        3. Pemberian Oksigen
  3. Resiko tinggi terjadi infeksi berhubungan dengan adanya luka pembedahan dan pemasangan alat-alat medis
    1. Tujuan : Klien terhindar dari infeksi
    2. Kriteria Hasil :
      1. Suhu tubuh normal
      2. Hasil pemeriksaan leukosit pada batas normal
      3. Luka bersih dan kering, tidak menunjukkan tanda-tanda infeksi.
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Rawat luka operasi, drain, kateter dan infus secara steril
      2. Ukur tanda-tanda vital, observasi adanya peningkatan suhu
      3. Batasi pengunjung untuk mencegah infeksi silang
      4. Anjurkan pengunjung untuk menggunakan pakaian khusus saat berkunjung
      5. Observas keadaan luka dan tanda-tanda adanya infeksi
      6. Kerja sama dengan tim kesehatan lain untuk :
        1. Pemeriksaan darah lengkap
        2. Pemberian antibotika.
  4. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan trauma pita suara akibat operasi paratyroid
    1. Tujuan : Klien dapat berkomunikasi verbal secara bertahap.
    2. Kriteria Hasil :
      1. Klien dapat mengekspresikan perasaannya dan kebutuhannya dengan tulisan atau bahasa isyarat.
      2. Klien dapat memahami apa yang dijelaskan oleh perawat
      3. Kebutuhan klien dapat terpenuhi
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Bicara pelan-pelan dan jelas saat berkomunikasi dengan klien
      2. Tunjukkan rasa empati dan sabar saat berkomunikasi dengan klien
      3. Sediakan alat bantu tulisan abjad atau kertas dan alat tulis untuk berkomunikasi dengan klien
      4. Gunakan bahasa isyarat saat berkomunikasi dengan klien
      5. Upayakan agar perawat dapat mengerti saat klien mengekspresikan perasaan dan kebutuhannya
  5. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan kelemahan fisik
    1. Tujuan : Klien dapat beraktifitas secara bertahap
    2. Kriteria Hasil :
      1. Klien dapat memenuhi kebutuhan nutrisi, eliminasi dan personal hygiene secara mandiri
      2. Klien dapat melaksanakan aktifitas hariannya seperti semula.
    3. Intervensi Keperawatan :
      1. Kaji tingkat ketidakmampuan klien
      2. Bantu aktifitas yang tidak dapat dilakukan sendiri (mandi, makan, minum, kebersihan diri / lingkungan dan eliminasi)
      3. Secara bertahab libatkan klien dalam pemenuhan kebutuhan sehari-hari sesuai dengan kondisinya
      4. Buat jadual istirahat / aktifitas klien
      5. Kerja sama dengan keluarga untuk memenuhi kebutuhan klien.

DAFTAR PUSTAKA

  1. Elisabeth J. Corwin, (2001), Buku Saku Patofisiologi, Jakarta, EGC
  2. Marily E. Doengoes, (2000), Rencana Asuhan Keperawatan, Jakarta, EGC
  3. S. harun, (1996), Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jakarta, Balai Penerbit FK. UI.
  4. Tjahjono, (1996), Patologi Endoktrin, Badan Penerbit Universitas Diponegoro Semarang



Konsep Dasar Teori Askep Osteomalacia

Konsep Dasar Teori Askep Osteomalacia - Askep kapukonline.com update Askep / Asuhan Keperawatan Konsep Dasar Teori Askep Osteomalacia - ASKEP TULANG

Pengertian

Osteomalasia adalah penyakit metabolisme tulang yang ditandai dengan tidak memadainya mineralisasi tulang. Pada orang dewasa osteomalasia bersifat kronis dan deformitasnya skeletalnya tidak seberat pada anak-anak karena pertumbuhan skeletalnya telah selesai.
Osteomalasia ialah perubahan patologik berupa hilangnya mineralisasi tulang yang disebabkan berkurangnya kadar kalsium fosfat sampai tingkat di bawah kadar yang diperlukan untuk mineralisasi matriks tulang normal, hasil akhirnya ialah rasio antara mineral tulang dengan matriks tulang berkurang.

Etiologi

Diperkirakan bahwa defek primernya adalah kekurangan vitamin D aktif (kalsitrol), sebagai akibat kegagalan mineralisasi terjadilah perlunakan dan perlemahan kerangka tubuh, menyebabkan nyeri, nyeri tekan skelet,dan perlengkungan tulang sertakarena fraktur patologi.
Penyebab utama osteomalasia yang terjadi setelah masa anak-anak ialah :
  1. Menurunnya penyerapan vitamin D akibat penyakit bilier, penyakit mukosa usus halus proksimal dan penyakit ileum.
  2. Peningkatan katabolisme vitamin D akibat obat yang menyebabkan peningkatan kerja enzim-enzim oksidase hati.
  3. Gangguan tubulus renalis yang disertai terbuangnya fosfat

Patofisiologi

Ada berbagai kasus osteomalasia yang terjadi akibat gangguan umum metabolism mineral. Faktor risiko terjadimya osteomalasia meliputi kekurangan dalam diet, malabsobsi, gastrektomi, gagal ginjal kronik, terafi antikonvulsan berkepanjangan (fenitoin, fenobarbital), dan kekurangan vitamin D.
Tipe malnutrisi ( kekurangan asupan vitamin D sering berhubungan dengan asupan kalsium jelek) terutama akibat kemiskinan, tapi memakan makanan dan kurangnya pengetahuan mengenai nutrisi juga merupakan salah satu faktor. Selain itu juga akibat kurangnya terpajang sinar matahari.
Oateomalasia dapat pula terjadi sebagai akibat kegagalan absobsi kalsium atau kehilangan kalsium berlebihan dari tubuh. Kelainan gastrointestinal dimana absorbsi lemak tidak memadai sering menimbulkan osteomalasia melalui kehilangan vitamin D ( bersama dengan vitamin yang larut lemak lainnya) dan kalsium, kalsium disekresi melalui feces dalam kombinasi dengan asam lemak. Kelainan ini meliputi penyakit seliak, obstruksi traktus biliaris kronik, pankreatitis kronik dan reseksi usus halus.
Gagal ginjal berat mengakibatkan asidosis, kalsium yang tersedia dipergunakan menetralkan asidosis, dan hormon paratiroid terus menyebabkan pelepasan kalsium dari kalsium skelet sebagai usaha untuk mengembalikan pH fisiologis. Selama pelepasan kalsium skelet terus-menerus ini, terjadi fibrosis tulang dan kista tulang. Glumerulonefritis kronik, uropati obstruksi dan keracunan logam berat mengakibatkan berkurangnya kadar fosfat serum dan demeneralisasi tulang.
Penyakit hati dan ginjal pun dapat mengakibatkan kekurangan vitamin D karena keduanya merupakan organ yang melakukan konversi vitamin D kebentuk aktif. Akhirnya hiperparatiroidisme mengakibatkan deklasifikasi skelet dan artinya osteomalasia dengan peningkatan ekskresi fosfat dalam urine.

Manifestasi klinik

Gejala yang paling sering dan paling mencemaskan pada osteomalasia adalah nyeri tulang dan nyeri tekan tulang. Sebagai kekurangan kalsium biasanya terjadi kelemahan otot. Pasien akan mengalami cara jalan bebek atau pincang. Pada penyakit yang telah lanjut tungkai jadi melengkung karena tarikan otot dan berat tubuh. Vertebra yang melunak mengalami konpresi sehingga mengalami pemendekan tinggi badan dan merusak bentuk thorax ( kifosis).
Sakrum terdorong ke bawah dan ke depan sedangkan pelvis tertekan kelateral. Kedua deformitas tersebut menerangkan bentuk khas pelvis yang sering mengakibatkan perlunya dilakukan seksio seraria pada wanita hamil yang terkena penyakit ini. Kelemahan dan ketidak seimbangan mengakibatkan resiko jatuh dan fraktur.

Pemeriksaan penunjang

Pada foto X-ray jelas terlihat demineralisasi tulang secara umum. Pemeriksaan vertebra memperlihatkan adanya patah tulang kompresi tanpa batas vertebra yang jelas.
Sedangkan pada pemeriksaan laboratorium memperlihatkan kadar kalsium fosfor yang rendah dan peningkatan moderat kadar alkali fosfatase. Kalsium urine dan ekskresi kreatinin rendah.
Sementara pada biopsi tulang menunjukkan peningkatan jumlah osteoid.

Penatalaksanaan

Berikut penanganan yang biasanya dilakukan pada penderita osteomalasia berdasarkan penyebabnya :
  1. Jika kekurangan kalsium.
    Jalan satu-satunya memperbanyak konsumsi unsur kalsium sehingga memperkuat kerja sel osteoblas (pembentuk tulang). Oleh sebab itu, makanan seperti sayur-sayuran, buah, tahu, tempe, ikan teri, daging, yogurt, sangatlah disarankan. Suplemen kalsium dapat ditambahkan baik yang berbentuk sirup atau tablet dengan konsumsi 1,5 gram per hari. Kekurangan kalsium juga menyebabkan mudah mengalami kram pada otot tangan dan kaki serta terganggunya tekanan darah.
  2. Jika kekurangan vitamin D.
    Perbanyak mengonsumsi makanan seperti ikan salmon, kuning telur, minyak ikan, dan susu. Bisa juga dengan sering berjemur di bawah sinar matahari karena akan membantu pembentukan vitamin D dalam tubuh. Waktu yang tepat untuk berjemur sekitar pukul 7 - 9 pagi dan sore pada pukul 16 ­-17. Berjemur di luar waktu tersebut justru berbahaya karena matahari banyak mengeluarkan sinar ultraviolet yang dapat menyebabkan kanker kulit dan katarak.
  3. Jika karena gangguan ginjal atau hati
    Langkah pertama adalah menyembuhkan dulu gangguan/penyakit tersebut. Biasanya terapi yang dilakukan lebih lama karena gangguan ginjal maupun hati mengganggu metabolisme penyerapan kalsium.
  4. Jika karena pengaruh atau efek samping dari obat-obatan seperti steroid Maka konsumsi obat itu harus segera dikurangi atau kalau bisa diganti dengan obat yang bisa menyerap kalsium.
  5. Jika sudah telanjur mengalami patah tulang.
    Mau tak mau harus dilakukan tindakan seperti gips untuk patah tulang di bagian lengan. Kalau patah tulang di bagian tungkai atau tulang paha dilakukan dengan biopsi. Berbeda patah tulang pada anak-anak relatif mudah tersambung kembali, yakni sekitar tiga bulanan. Tindakan selanjutnya upaya rehabilitasi atau fisioterapi untuk melatih kemampuan atau keterampilan gerak. Misalnya, melatih keseimbangan duduk, berdiri, dan berjalan.

Pengkajian

Pasien dengan osteomalasia biasanya mengeluh nyeri tulang umum pada punggung bawah dan ekstremitas disertai nyeri tekan. Gambaran ketidaknyamanan tidak jelas. Pasien mungkin datang dengan fraktur. Selama wawancara informasi mengenai riwayat penyakit dan kebiasaan diet harus dikaji.
Pada pemeriksaan fisik didapatkan deformitas skelet, vertebra, dan lengkungan tulang panjang membuat penampakan pasien menjadi tidak normal dan jalannya seperti bebek. Dapat terjadi kelemahan otot. Pasien merasa tidak nyaman dengan penampilannya.

Diagnosa keperawatan

Berdasarkan data pengkajian, maka diagnosa keperawatan utama dapat meliputi :
  1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya kontinguitas jaringan tulang, nyeri tekan tulang dan kemungkinan fraktur
  2. Kurang pengetahuan mengenai proses penyakit dan program tindakan
  3. Gangguan konsep diri b/d tungkai melengkung, jalan bebek, deformitas vertebra

Intervensi keperawatan

  1. Meredakan nyeri
    1. Karena pasien mengalami nyeri dan nyeri tekan skelet, maka pada saat memberikan bantuan harus dilakukan dengan cara yang sangat lembut ketika pasien ingin merubah posisi.
    2. Perubahan posisi yang sering dapat mengurangi ketidaknyamanan karena imobilisasi. Kasur busa yang padat dan bantal lembut dapat memberikan dukungan tubuh dan memberi kenyamanan pada deformasi yang ada.
    3. Aktivitas diversional dan pemusatan pada pembicaraan, televisi, dan kegiatan santai lainnya dapat menurunkan persepsi nyeri pasien.
    4. Pada saat-saat tertentu kolaborasi pemberian analgetik sesuai instruksi dokter
  2. Pemahaman proses penyakit dan program tindakan
    1. Health Education pada pasien difokuskan pada penyebab osteomalasia dan pendekatan untuk mengontrolnya. Pasien diberi instruksi mengenai sumber kalsium dan vitamin D (misalnya susu dan sereal, telur hati ayam dll)
    2. Keamanan penggunaan suplemen harus dikaji ulang karena vitamin D dosis tinggi sangat toksis dan meningkatkan risiko hiperkalsemia, maka perlu pemantauan kadar kalsium serum.
    3. Memberi dorongan aktivitas di luar rumah untuk memajankan kulit pada sinar ultraviolet matahari yang diperlukan untuk memproduksi vitamin D dalam tubuh
  3. Memperbaiki konsep diri
    1. Dorong pasien untuk mengenali dan menggunakan kekuatan yang dimiliki dan dimasukkan dalam perencanaan asuhan keperawatan.
    2. Dorong interaksi dengan keluarga dan sahabat. Interaksi sosial dapat membantu memberikan rasa diterima tanpa memperhatikan perubahan fisik yang terjadi.

Evaluasi

Hasil yang diharapkan :
  1. Mengalami peredaan nyeri
    1. Melaporkan perasaan nyaman
    2. Melaporkan peredaan nyeri tekan tulang
  2. Menjelaskan proses penyakit dan program penanganan
    1. Menerangkan faktor spesifik yang berperan dalam proses penyakit
    2. Mengkomsumsi kalsium dan vitamin D sesuai diet yang dianjurkan
    3. Pemajanan pada sinar matahari
    4. Selalu mengontrol kadar kalsium serum sepanjang program terafi
    5. Selalu menepati ketentuan kesehatan tindak lanjut
  3. Menunjukkan peningkatan konsep diri
    1. Menunjukkan kepercayaan diri mengenai kemampuannya
    2. Meningkatkan tingkat aktivitasnya
    3. Meningkatkan interaksi sosial

DAFTAR FUSTAKA

  1. Bagio H. 1995. Perbedaan osteoporosis dengan penyakit muskuloskletal lainnya ,Sub bagian Reumatologi Bagian Ilmu Penyakit Dalam Rumah Sakit Dr.Cipto M Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Angunkusumo: Jakarta
  2. Brunner & Suddarth.2002. Buku Ajar Medikal Bedah Vol 1 Ed 8. Jakarta: EGC
  3. Doenges. E.M.200. Rencana Asuhan Keperawatan Ed 3. Jakarta: EGC
  4. Hilmansyah H. : Tumbuh Sehat edisi:nomor 431 tahun IX Pugoeh

Askep / Asuhan Keperawatan Malformasi Anorektal



Definisi / Pengertian Malformasi Anorektal

Malformasi anorektal (anus imperforate) ialah suatu malformasi kongenital dimana rektum tidak mempunyai jalan keluar. Jadi pada kasus ini anus tertutup sama sekali dan tebalnya bagian yang tertutup ini bermacam-macam.

Klasifikasi Malformasi Anorektal

Terdapat 3 macam bentuk anus imperforate :
  1. Anomali tinggi (Supralevator) : Rektum berakhir diatas M.Levat0r ani (M.Puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu rectum dengan kulit perineum > 1 cm. Letak supralevator biasanya disertai dengan fistel kesaluran kencing atau kesaluran genital
  2. Anomali Intermediate : Rektum terletak pada M.Levator ani tapi tidak menembusnya
  3. Anomali Rendah : Rektum berakhir dibawah >Levator ani sehingga jarak antara kulit dan ujung rectum paling jauh 1 cm.

Etiologi Malformasi Anorektal

Penyebabnya tidak diketahui. Tidak ada faktor resiko jelas yang mempengaruhi seorang anak dengan anus imperforata. Tetapi, hubungan genetik terkadang ada. Paling banyak kasus anus imperforata jarang tanpa adanya riwayat keluarga, tetapi beberapa keluarga memiliki anak dengan malformasi.

Patofisiologi Malformasi Anorektal

Embriogenesis malformasi ini tidak jelas. Rectum dan anus berkembang dari bagian dorsal usus atau ruang cloaca ketika mesenchym bertumbuh ke dalam membentuk septum anorectum pada midline. Septum ini memisahkan rectum dan canalis anus secara dorsal dari vesica urinaria dan uretra. Ductus cloaca adalah penghubung kecil antara 2 usus. Pertumbuhan ke bawah septum urorectalis menutup ductus ini selama 7 minggu kehamilan.
Selama itu, bagian ventral urogenital berhubungan dengan dunia luar; membran analis dorsalis terbuka kemudian. Anus berkembang dengan penyatuan tuberculum analis dan invaginasi external, diketahui sebagai proctodeum, yang mengarah ke rectum tetapi terpisah oleh membran anal. Membran pemisah ini akan terpisahkan pada usia 8 minggu kehamilan.
Gangguan perkembangan struktur anorectum pada tingkat bermacam-macam menjadi berbagai kelainan, berawal dari stenosis anus, anus imperforate, atau agenesis anus dan gagalnya invaginasi proctodeum. Hubungan antara tractus urogenital dan bagian rectum menyebabkan fistula rectourethralis atau rectovestibularis.

Tanda dan Gejala Malformasi Anorektal

Secara klinik pada bayi ditemukan tidak adanya mekonium yang keluar dalam waktu 24-48 jam setelah kelahiran atau tidak tampak adanya lubang anus. Untuk mengetahui kelainan ini secara dini, pada semua bayi baru lahir harus dilakukan pemasukan thermometer melalui anus.
Tindakan ini tidak hanya untuk mengetahui suhu tubuh, tetapi juga untuk mengetahui apakah terdapat anus imperforata atau tidak. Bila anus terlihat normal dan terdapat penyumbatan yang lebih tinggi dari perineum maka gejala akan timbul dalam 24-48 jam, berupa perut kembung, muntah, tidak bisa buang air besar dan ada yang mengeluarkan tinja dari vagina atau ureter.

Pemeriksaan Diagnostik / Penunjang Malformasi Anorektal

  1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan diagnostic yang umum dilakukan pada gangguan ini
  2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya sel-sel epitel mekonium
  3. Pemeriksaan sinar-X lateral inverse (teknik Wangensteen-Rice) dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum yang buntu pada atau di dekat perineum; dapat menyesatkan jika rectum penuh dengan mekonium yang mencegah udara sampai keujung kantong rectal
  4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak kantong rectal
  5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan cara menusukkan jarum tersebut sambil melakukan aspirasi; jika mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm, defek tersebut dianggap sebagai defek tingkat tinggi

Komplikasi Malformasi Anorektal

Semua pasien yang mempunyai malformasi anorectal dengan komorbiditas yang tidak jelas mengancam hidup akan bertahan. Pada lesi letak tinggi, banyak anak mempunyai masalah pengontrolan fungsi usus dan juga paling banyak menjadi konstipasi. Pada lesi letak rendah, anak pada umumnya mempunyai control usus yang baik, tetapi masih dapat menjadi konstipasi.
Komplikasi operasi yang buruk berkesempatan menjadi kontinensia primer, walaupun akibat ini sulit diukur. Reoperasi penting untuk mengurangi terjadinya kontinensia. Kira-kira 90% anak perempuan dengan fistula vestibulum, 80% anak laki-laki dengan fistula ureterobulbar, 66% anak laki-laki dengan fistula ureteroprostatic, dan hanya 15% anak laki-laki dengan fistula bladder-neck mempunyai pergerakan usus yang baik. 76% anak dengan anus imperforata tanpa fistula mempunyai pergerakan usus yang baik.
Selain itu, komplikasi lain yang dapat muncul yaitu :
  1. Asidosis hiperkloremia
  2. Infeksi saluran kemih yang berkepanjangan
  3. Komplikasi jangka pendek :
  4. Eversi mukosa anal
  5. Stenosis (akibat kontraksi jaringan parut dari anastomosis)
  6. Masalah atau kelambatan yang baerhubungan dengan toilet training
  7. Inkontinensia (akibat stenosis anal atau impaksi)
  8. Prolaps mukosa anorektal (menyebabkan inkontinensia dan rembesan persisten)
  9. Fistula kambuhan (karena tegangan di area pembedahan dan infeksi).

Penatalaksanaan / Pengobatan Malformasi Anorektal

Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan keparahan defek. Semakin tinggi lesi, semakin rumit prosedur pengobatannya. Untuk anomaly tinggi, dilakukan kolostomi beberapa hari setelah lahir. Bedah definitifnya, yaitu anoplasti perineal (prosedur penarikan perineum abdominal), umumnya ditunda 9-12 bulan.
Penundaan ini dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Tindakan ini juga memungkinkan bayi untuk menambah berat badannya dan bertambah baik status nutrisinya. Lesi rendah diatasi dengan menarik kantong rectal melalui sfingter sampai lubang pada kulit ananl. Fistula, bila ada harus ditutup. Defek membranosa hanya memerlukan tindakan pembedahan yang minimal. Membran tersebut dilubangi dengan hemostat atau scalpel.
Pada kebanyakan kasus, pengobatan malformasi anorektal memerlukan dua tahap tindakan pembedahan. Untuk defek ringan sampai sedang, prognosisnya baik. Defeknya dapat diperbaiki, peristalsis dan kontinensia normal juga dapat diperolah. Defek yang lebih berat umumnya disertai anomaly lain, dan hal tersebut akan menambah masalah pada hasil tindakan pembedahan. Anus imperforata biasanya memerlukan operasi sedang untuk membuka pasase feses.
Tergantung pada beratnya imperforate, salah satu tindakan adalah anoplasti perineal atau colostomy : prosedur operasi termasuk menghubungkan bagian atas colon dengan dinding anterior abdomen, pasien ditinggalkan dengan lubang abdomen disebut stoma. Lubang ini dibentuk dari ujung usus besar melalui insisi dan sutura ke kulit.
Setelah colostomy, feses dibuang dari tubuh pasien melalui stoma, dan terkumpul dalam kantong yang melekat pada abdomen yang diganti bila perlu. Pengobatan pada anus malformasi anorektal juga dapat dilakukan dengan jalan operasi PSARP (Posterio Sagital Anorectoplasy). Teknik ini punya akurasi tinggi untuk membuka lipatan bokong pasien.
Teknik ini merupakan ganti dari teknik lama yaitu Abdomino Perineal Poli Through (APPT). Teknik lama ini mempunyai resiko gagl tinggi karena harus membuka dinding abdomen
Malformasi Anorectal Malformasi Anorectal Malformasi Anorectal

RENCANA Asuhan Keperawatan

Pengkajian Askep Malformasi Anorektal

  1. Lakukan pengkajian kepatenan lubang anal pada bayi baru lahir
  2. Observasi adanya pasase mekonium. Perhatikan bila mekonium tampak pada orifisium yang tidak tepat.
  3. Observasi feses yang seperti karbon pada bayi yang lebih besar atau anak kecil yang mempunyai riwayat kesulitan defekasi atau distensi abdomen
  4. Bantu dengan prosedur diagnostik mis : endoskopi, radiografi

Dioagosa Keperawatan Askep Malformasi Anorektal

  1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan. intake tidak adekuat
  2. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
  3. Konstipasi berhubungan dengan gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
  4. Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
  5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy
  6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
  7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi

Intervensi Keperawatan Askep Malformasi Anorektal

  1. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan intake tidak adekuat
    1. Tujuan : Mempertahankan Berat Badan stabil / menunjukkan kemajuan peningkatan Berat Badan mencapai tujuan dengan nilai laboratorium normal
    2. Intervensi Keperawatan :
      1. Pertahankan potensi selang Naso-gastrik. Jangan mengembalikan posisi selang bila terjadi perubahan posisi.
        Rasional : Memberikan istirahat pada traktus GI. Selama fase pasca operasi akut sampai kembali berfungsi normal
      2. Berikan perawatan oral secara teratur
        Rasional : Mencegah ketidaknyamanan karena mulut kering dan bibir pecah
      3. Kolaborasi pemberian cairan IV,
        Rasional : Memenuhi kebutuhan nutrisi sampai masukan oral dapat dimulai
      4. Awasi pemeriksaan laboratorium. Misalnya Hb / Ht dan elektrolit.
        Rasional : Indikator kebutuhan cairan / nutrisi dan keaktifan terapi dan terjadinya konstipasi.
  2. Nyeri berhubungan dengan distensi abdomen
    1. Tujuan :
      1. Menyatakan nyeri hilang
      2. Menunjukkan rileks, mampu tidur, dan istirahat dengan tepat
    2. Intervensi Keperawatan :
      1. Catat keluhan nyeri, durasi, dan intensitasn nyeri
        Rasional : Membantu mendiagnosa etiologi perdarahan dan terjadinya komplikasi
      2. Catat petunjuk nonverbal. Mis: gelisah, menolak untuk bergerak
        Rasional : Bahasa tubuh / petunjuk non verbal dapat secara prikologis dan fisiologis dapat digunakan sebagai petunjuk untuk mengidentifikasi masalah
      3. Kaji faktor-faktor yang dapat meningkatkan / menghilangkan nyeri
        Rasional : Menunjukkan faktor pencetus dan pemberat dan mengidentifikasi terjadinya komplikasi
      4. Berikan tindakan nyaman, seperti pijat penggung, ubah posisi dan
        Rasional : Meningkatkan relaksasi, memfokuskan perhatian, dan meningkatkan koping
      5. Kolaborasi pemberian analgetik
        Rasional : Memudahkan istirahat dan menurunkan rasa sakit
  3. Konstipasi berhubungan dengan gangguan pasase feses, feses lama dalam kolon dan rectum
    1. Tujuan :
      1. Menormalkan fungsi usus
      2. Mengeluarkan feses melalui anus
    2. Intervensi Keperawatan :
      1. Kaji fungsi usus dan karakteristik tinja
        Rasional : Memperoleh informasi tentang kondisi usus
      2. Catat adanya distensi abdomen dan auskultasi peristaltik usus
        Rasional : Distensi dan hilangnya peristaltic usus menunjukkan fungsi defekasi hilang
      3. Berikan enema jika diperlukan
        Rasional : Mungkin perlu untuk menghilangkan distensi
  4. Distres pernafasan berhubungan dengan distensi abdomen
    1. Tujuan: Pola nafas efektif, tidak ada gangguan pernafasan
    2. Intervensi Keperawatan :
      1. Observasi frekuensi / kedalaman pernafasan
        Rasional : Nafas dangkal, distress pernafasan, menahan nafas, dapat menyebabkan hipoventilasi
      2. Dorong latihan napas dalam
        Rasional : Meningkatkan ekspansi paru maksimal dan alat pembersihan jalan napas, sehingga menurunkan resikoatelektasis
      3. Berikan oksigen tambahan
        Rasional : memaksimalkan sediaan O2 untuk pertukaran dan peningkatan kerja nafas
      4. Tinggikan kepala tempat tidur 300
        Rasional : Mendorong pengembangan diafragma / ekspansi paru optimal dan meminimalkan isi abdomen pada rongga thorax
  5. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan colostomy
    1. Tujuan : Meningkatkan penyembuhan luka tepat waktu dan bebas tanda infeksi
    2. Intervensi Keperawatan :
      1. Observasi luka, catat karakteristik drainase
        Rasional : Perdarahan pasca operasi paling sering terjadi selama 48 jam pertama, dimana infeksi dapat terjadi kapan saja
      2. Ganti balutan sesuai kebutuhan, gunakan teknik aseptik
        Rasional : Sejumlah besar drainase serosa menuntut pergantian dengan sering untuk menurunkan iritasi kulit dan potensial infeksi
      3. Irigasi luka sesuai indikasi, gunakan cairan garam faali
        Rasional : Diperlukan untuk mengobati inflamasi infeksi praap / post op
  6. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan adanya kolostomi
    1. Tujuan:
      1. Menyatakan penerimaan diri sesuai situasi
      2. Menerima perubahan kedalam konsep diri
    2. Intervensi Keperawatan :
      1. Dorong pasien/orang terdekat untuk mengungkapkan perasaannya
        Rasional : Membantu pasien untuk menyadari perasaannya yang tidak biasa
      2. Catat perilaku menarik diri. Peningkatan ketergantungan
        Rasional : Dugaan masalah pada penilaian yang dapat memerlukan evaluasi lanjut dan terapi lebih kuat
      3. Gunakan kesempatan pada pasien untuk menerima stoma dan berpartisipasi dan perawatan
        Rasional : Ketergantungan pada perawatan diri membantu untuk memperbaiki kepercayaan diri
      4. Berikan kesempatan pada anak dan orang terdekat untuk memandang stoma
        Rasional : Membantu dalam menerima kenyataan
      5. Jadwalkan aktivitas perawatan pada pasien
        Rasional : Meningkatkan kontrol dan harga diri
      6. Pertahankan pendekatan positif selama tindakan perawatan
        Rasional : Membantu pasien menerima kondisinya dan perubahan pada tubuhnya
  7. Kurangnya pengetahuan berhubungan dengan kurang sumber informasi
    1. Tujuan : Mengungkapkan pemahaman tentang kondisi / proses penyakit, tindakan dan prognosis
    2. Intervensi Keperawatan :
      1. Tentukan persepsi anak tentang penyakit
        Rasional : Membuat pengetahuan dasar dan memberikan kesadaran kebutuhan belajar individu
      2. Kaji ulang obat, tujuan, frekuensi, dosis
        Rasional : Meningkatkan pemahaman dan kerjasama
      3. Tekankan pentingnya perawatan kulit pada orang tua
        Rasional : Menurunkan penyebaran bakteri

Bagan penatalaksanaan bayi dengan malformasi anorektal

ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN DEMAM BERDARAH / DENGUE HEMORAGIC FEVER (DHF)

A. Pengertian Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah penyakit yang disebabkan oleh Arbovirus (Arthropodborn Virus) dan ditularkan melalui gigitan nyamuk AEDES (AEDES ALBOPICTUS dan AEDES AEGEPTY)

B. Penyebab Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

Penyebab Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF) adalah Arbovirus (Arthropodborn Virus) melalui gigitan nyamuk Aedes (Aedes Albopictus dan Aedes Aegepty)
nyamuk aedes aegypti

C. Tanda dan gejala Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

Tanda dan gejala penyakit DHF adalah :
  1. Meningkatnya suhu tubuh
  2. Nyeri pada otot seluruh tubuh
  3. Suara serak
  4. Batuk
  5. Epistaksis
  6. Disuria
  7. Nafsu makan menurun
  8. Muntah
  9. Ptekie
  10. Ekimosis
  11. Perdarahan gusi
  12. Muntah darah
  13. Hematuria masif
  14. Melena

D. Klasifikasi Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

Klasifiksi DHF menurut WHO
  1. Derajat I
    Demam disertai gejala tidak khas, terdapat manifestasi perdarahan (uji tourniquet positif)
  2. Derajat II
    Derajat I ditambah gejala perdarahan spontan dikulit dan perdarahan lain.
  3. Derajat III
    Kegagalan sirkulasi darah, nadi cepat dan lemah, tekanan nadi menurun (20 mmhg, kulit dingin, lembab, gelisah, hipotensi)
  4. Derajat IV
    Nadi tak teraba, tekanan darah tak dapat diukur
Pemeriksaan Diagnostik Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)
  1. Darah Lengkap = Hemokonsentrasi (Hemaokrit meningkat 20 % atau lebih), Thrombocitopeni (angka thrombosit 100. 000/ mmatau kurang)
  2. Serologi = Uji HI (hemaaglutinaion Inhibition Test)
  3. Rontgen Thorax = Effusi Pleura

E. Pathways Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

  1. Download Pathway Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

F. Penatalaksanaan Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

Medik
  1. DHF tanpa Renjatan
    1. Beri minum banyak ( 1 ½ - 2 Liter / hari )
    2. Obat antipiretik, untuk menurunkan panas, dapat juga dilakukan kompres
    3. Jika kejang maka dapat diberi luminal ( anticonvulsan ) untuk anak <1 th dosis 50 mg IM dan untuk anak >1th 75 mg IM. Jika 15 menit kejang belum teratasi , beri lagi luminal dengan dosis 3 mg / Kg BB anak <1 th dan pada anak >1th diberikan 5 mg/ Kg BB.
    4. Berikan infus jika terus muntah dan hematokrit meningkat
  2. DHF dengan Renjatan
    1. Pasang infus RL
    2. Jika dengan infus tidak ada respon maka berikan plasma expander ( 20 – 30 ml/ kg BB )
    3. Tranfusi jika Hb dan Ht turun
Keperawatan
  1. Pengawasan tanda – tanda Vital secara kontinue tiap jam
    1. Pemeriksaan Hb, Ht, Trombocyt tiap 4 Jam
    2. Observasi intike - output
    3. Pada pasien DHF derajat I : Pasien diistirahatkan, observasi tanda vital tiap 3 jam , periksa Hb, Ht, Thrombosit tiap 4 jam beri minum 1 ½ liter – 2 liter per hari, beri kompres
    4. Pada pasien DHF derajat II : Pengawasan tanda vital, pemeriksaan Hb, Ht, Thrombocyt, perhatikan gejala seperti nadi lemah, kecil dan cepat, tekanan darah menurun, anuria dan sakit perut, beri infus.
    5. Pada pasien DHF derajat III : Infus guyur, posisi semi fowler, beri O2 pengawasan tanda – tanda vital tiap 15 menit, pasang cateter, observasi produksi urine tiap jam, periksa Hb, Ht dan thrombocyt.
  2. Resiko Perdarahan
    1. Obsevasi perdarahan : Pteckie, Epistaksis, Hematomesis dan melena
    2. Catat banyak, warna dari perdarahan
    3. Pasang NGT pada pasien dengan perdarahan Tractus Gastro Intestinal
  3. Peningkatan suhu tubuh
    1. Observasi / Ukur suhu tubuh secara periodik
    2. Beri minum banyak
    3. Berikan kompres

F. Asuhan Keperawatan pada pasien Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

  1. Pengkajian
    1. Kaji riwayat Keperawatan
    2. Kaji adanya peningkatan suhu tubuh, tanda perdarahan, mual muntah, tidak nafsu makan, nyeri ulu hai, nyeri otot dan tanda – tanda renjatan (denyut nadi cepat dan lemah, hipotensi, kulit dingin dan lembab, terutama pada ekstremitas, sianosis, gelisah, penurunan kesadaran)
  2. Diagnosa Keperawatan
    1. Kekurangan Volume cairan berhubungan dengan peningkatan permeabilitas kapiler , perdarahan, muntah, dan demam
    2. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan perdarahan
    3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual, muntah, tidak ada nafsu makan
    4. Hipertermi berhubungan dengan proses infeksi virus
    5. Perubahan proses proses keluarga berhubungan dengan kondisi anak
  3. Perencanaan
    1. Anak menunjukkan tanda – tanda terpenuhinya kebutuhan cairan
    2. Anak menunjukkan tanda – tanda perfusi jaringan perifer yang adekuat
    3. Anak menunjukkan tanda – tanda vital dalam batas normal
    4. Keluarga menunjukkan koping yang adaptif
  4. Implementasi
    1. Mencegah terjadinya kekurangan volume cairan
      1. Mengobservasi tanda – tanda vital paling sedikit setiap 4 jam
      2. Monitor tanda – tanda meningkatnya kekurangan cairan : turgor tidak elastis, ubun – ubun cekung, produksi urine menurun
      3. Mengobservasi dan mencatat intake dan output
      4. Memberikan hidrasi yang adekuat sesuai dengan kebutuhan tubuh
      5. Memonitor nilai laboratorium : elektrolit / darah, BJ urin , serum tubuh
      6. Mempertahankan intake dan output yang adekuat
      7. Memonitor dan mencatat berat badan
      8. Memonitor pemberian cairan melalui intra vena setiap jam
      9. Mengurangi kehilangan cairan yang tidak telihat (insesible water loss / IWL)
    2. Perfusi jaringan Adekuat
      1. Mengkaji dan mencatat tanda – tanda Vital (kualitas dan Frekwensi denyut nadi, tekanan darah , Capillary Refill )
      2. Mengkaji dan mencatat sirkulasi pada ekstremitas (suhu , kelembaban dan warna)
      3. Menilai kemungkinan terjadinya kematian jaringan pada ekstremitas seperti dingin , nyeri , pembengkakan kaki )
    3. Kebutuhan nutrisi adekuat
      1. Ijinkan anak memakan makanan yang dapat ditoleransi anak. Rencanakan untuk memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat.
      2. Berikan makanan yang disertai dengan suplemen nutrisi untuk meningkatkan kualitas intake nutrisi
      3. Menganjurkan kepada orang tua untuk memberikan makanan dengan teknik porsi kecil tetapi sering
      4. Menimbang berat badan setiap hari pada waktu yang sama dan dengan skala yang sama
      5. Mempertahankan kebersihan mulut pasien
      6. Menjelaskan pentingnya intake nutirisi yang adekuat untuk penyembuhan penyakit
    4. Mempertahankan suhu tubuh normal
      1. Ukur tanda – tanda vital suhu tubuh
      2. Ajarkan keluarga dalam pengukuran suhu
      3. Lakukan “ tapid sponge” (seka) dengan air biasa
      4. Tingkatkan intake cairan
      5. Berikan terapi untuk menurunkan suhu
    5. Mensupport koping keluarga Adaptif
      1. Mengkaji perasaan dan persepsi orang tua atau anggota keluarga terhadap situasi yang penuh stress
      2. Ijinkan orang tua dan keluarga untuk memberikan respon secara panjang lebar dan identifikasi faktor yang paling mencemaskan keluarga
      3. Identifikasikan koping yang biasa digunakan dan seberapa besar keberhasilannya dalam mengatasi keadaan

G. Pencegahan Demam Berdarah / Dengue Hemoragic Fever (DHF)

Menghindari atau mencegah berkembangnya nyamuk Aedes Aegepty dengan cara:
  1. Rumah selalu terang
  2. Tidak menggantung pakaian
  3. Bak / tempat penampungan air sering dibersihkan dan diganti airnya minimal 4 hari sekali
  4. Kubur barang – barang bekas yang memungkinkan sebagai tempat terkumpulnya air hujan
  5. Tutup tempat penampungan air
Perencanaan pemulangan dan Pendidikan Kesehatan
  1. Berikan informasi tentang kebutuhan melakukan aktifitas sesuai dengan tingkat perkembangan dan kondisi fisik anak
  2. Jelaskan terapi yang diberikan, dosis, efek samping
  3. Menjelaskan gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk mengatasi gejala
  4. Tekankan untuk melakukan kontrol sesuai waktu yang ditentukan

DAFTAR PUSTAKA

  1. Buku ajar IKA infeksi dan penyakit tropis IDAI Edisi I. Editor : Sumarmo, S Purwo Sudomo, Harry Gama, Sri rejeki Bag IKA FKUI jkt 2002.
  2. Christantie, Effendy. SKp, Perawatan Pasien DHF. Jakarta, EGC, 1995
  3. Prinsip – Prinsip Keperawatan Nancy Roper hal 269 – 267

Selasa, 24 Juli 2012

Askep - Asuhan Keperawatan Rheumatoid Arthritis

Askep - Asuhan Keperawatan Rheumatoid Arthritis - Askep kapukonline.com. Setelah sebelumnya posting ( Baca : Konsep Dasar Teori Askep Osteomalacia dan Proses Keperawatan Askep Osteomalacia )

I. KONSEP MEDIS

A. PENGERTIAN

Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi secara simetris. (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165)

B. PENYEBAB / ETIOLOGI

Penyebab utama penyakit Reumatik masih belum diketahui secara pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab Artritis Reumatoid, yaitu :
  1. Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.
  2. Endokrin
  3. Autoimmun
  4. Metabolik
  5. Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Pada saat ini Artritis rheumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II; faktor infeksi mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan sendi penderita.

C. EPIDEMIOLOGI

Penyakit Artritis Rematoid merupakan suatu penyakit yang telah lama dikenal dan tersebar diseluruh dunia serta melibatkan semua ras dan kelompok etnik. Artritis rheumatoid sering dijumpai pada wanita, dengan perbandingan wanita denga pria sebesar 3 : 1. Kecenderungan wanita untuk menderita Artritis rheumatoid dan sering dijumpai remisi pada wanita yang sedang hamil, hal ini menimbulkan dugaan terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang berpengaruh pada penyakit ini.
Askep -<a href='http://www.kapukonline.com/'> Asuhan Keperawatan</a> Rheumatoid Arthritis

D. MANIFESTASI KLINIK

Ada beberapa gambaran / manifestasi klinik yang lazim ditemukan pada penderita Reumatik. Gambaran klinik ini tidak harus muncul sekaligus pada saat yang bersamaan oleh karena penyakit ini memiliki gambaran klinik yang sangat bervariasi.
  1. Gejala-gejala konstitusional, misalnya lelah, kurang nafsu makan, berat badan menurun dan demam. Terkadang kelelahan dapat demikian hebatnya.
  2. Poliartritis simetris (peradangan sendi pada sisi kiri dan kanan) terutama pada sendi perifer, termasuk sendi-sendi di tangan, namun biasanya tidak melibatkan sendi-sendi antara jari-jari tangan dan kaki. Hampir semua sendi diartrodial (sendi yang dapat digerakan dengan bebas) dapat terserang.
  3. Kekakuan di pagi hari selama lebih dari 1 jam, dapat bersifat umum tetapi terutama menyerang sendi-sendi. Kekakuan ini berbeda dengan kekakuan sendi pada osteoartritis (peradangan tulang dan sendi), yang biasanya hanya berlangsung selama beberapa menit dan selama kurang dari 1 jam.
  4. Artritis erosif merupakan ciri khas penyakit ini pada gambaran radiologik. Peradangan sendi yang kronik mengakibatkan pengikisan ditepi tulang .
  5. Deformitas : kerusakan dari struktur penunjang sendi dengan perjalanan penyakit. Pergeseran ulnar atau deviasi jari, pergeseran sendi pada tulang telapak tangan dan jari, deformitas boutonniere dan leher angsa adalah beberapa deformitas tangan yang sering dijumpai pada penderita. Pada kaki terdapat tonjolan kaput metatarsal yang timbul sekunder dari subluksasi metatarsal. Sendi-sendi yang besar juga dapat terserang dan mengalami pengurangan kemampuan bergerak terutama dalam melakukan gerakan ekstensi.
  6. Nodula-nodula reumatoid adalah massa subkutan yang ditemukan pada sekitar sepertiga orang dewasa penderita rematik. Lokasi yang paling sering dari deformitas ini adalah bursa olekranon (sendi siku) atau di sepanjang permukaan ekstensor dari lengan, walaupun demikian tonjolan) ini dapat juga timbul pada tempat-tempat lainnya. Adanya nodula-nodula ini biasanya merupakan petunjuk suatu penyakit yang aktif dan lebih berat.
  7. Manifestasi ekstra-artikular (diluar sendi): reumatik juga dapat menyerang organ-organ lain diluar sendi. Seperti mata: Kerato konjungtivitis siccs yang merupakan sindrom SjÖgren, sistem cardiovaskuler dapat menyerupai perikarditis konstriktif yang berat, lesi inflamatif yang menyerupai nodul rheumatoid dapat dijumpai pada myocardium dan katup jantung, lesi ini dapat menyebabkan disfungsi katup, fenomena embolissasi, gangguan konduksi dan kardiomiopati.

E. DIAGNOSTIK

Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada foto rontgen.
Kriteria Artritis rematoid menurut American reumatism Association (ARA) adalah:
  1. Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
  2. Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya pada satu sendi.
  3. Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
  4. Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
  5. Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
  6. Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
  7. Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
  8. Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
  9. Pengendapan cairan musin yang jelek
  10. Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
  11. gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
  1. Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu
  2. Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 6 minggu.
  3. Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung sekurang-kurangnya selama 4 minggu.

F. PENATALAKSANAAN / PERAWATAN

Oleh karena kausa pasti arthritis Reumatoid tidak diketahui maka tidak ada pengobatan kausatif yang dapat menyembuhkan penyakit ini. Hal ini harus benar-benar dijelaskan kepada penderita sehingga tahu bahwa pengobatan yang diberikan bertujuan mengurangi keluhan/ gejala memperlambat progresifvtas penyakit.
Tujuan utama dari program penatalaksanaan / perawatan adalah sebagai berikut :
  1. Untuk menghilangkan nyeri dan peradangan
  2. Untuk mempertahankan fungsi sendi dan kemampuan maksimal dari penderita
  3. Untuk mencegah dan atau memperbaiki deformitas yang terjadi pada sendi
  4. Mempertahankan kemandirian sehingga tidak bergantung pada orang lain.
Ada sejumlah cara penatalaksanaan yang sengaja dirancang untuk mencapai tujuan-tujuan tersebut di atas, yaitu :
  1. Pendidikan
    Langkah pertama dari program penatalaksanaan ini adalah memberikan pendidikan yang cukup tentang penyakit kepada penderita, keluarganya dan siapa saja yang berhubungan dengan penderita. Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini, semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan. Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
  2. Istirahat
    Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang diikuti oleh masa istirahat.
  3. Latihan Fisik dan Termoterapi
    Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi. Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit, sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Mandi parafin dengan suhu yang bisa diatur serta mandi dengan suhu panas dan dingin dapat dilakukan di rumah. Latihan dan termoterapi ini paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh adanya penyakit.
  4. Diet/Gizi
    Penderita Reumatik tidak memerlukan diet khusus. Ada sejumlah cara pemberian diet dengan variasi yang bermacam-macam, tetapi kesemuanya belum terbukti kebenarannya. Prinsip umum untuk memperoleh diet seimbang adalah penting.
  5. Obat-obatan
    Pemberian obat adalah bagian yang penting dari seluruh program penatalaksanaan penyakit reumatik. Obat-obatan yang dipakai untuk mengurangi nyeri, meredakan peradangan dan untuk mencoba mengubah perjalanan penyakit.

II. KONSEP KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN

Data dasar pengkajian pasien tergantung padwa keparahan dan keterlibatan organ-organ lainnya ( misalnya mata, jantung, paru-paru, ginjal ), tahapan misalnya eksaserbasi akut atau remisi dan keberadaaan bersama bentuk-bentuk arthritis lainnya.
  1. Aktivitas / istirahat
    Gejala : Nyeri sendi karena gerakan, nyeri tekan, memburuk dengan stres pada sendi; kekakuan pada pagi hari, biasanya terjadi bilateral dan simetris. Limitasi fungsional yang berpengaruh pada gaya hidup, waktu senggang, pekerjaan, keletihan.
    Tanda : Malaise, Keterbatasan rentang gerak; atrofi otot, kulit, kontraktor/ kelaianan pada sendi.
  2. Kardiovaskuler
    Gejala: Fenomena Raynaud jari tangan/ kaki (mis: pucat intermitten, sianosis, kemudian kemerahan pada jari sebelum warna kembali normal).
  3. Integritas ego
    Gejala: Faktor-faktor stres akut / kronis: mis; finansial, pekerjaan, ketidakmampuan, faktor-faktor hubungan. Keputusan dan ketidakberdayaan (situasi ketidakmampuan), Ancaman pada konsep diri, citra tubuh, identitas pribadi (misalnya ketergantungan pada orang lain).
  4. Makanan / cairan
    Gejala: Ketidakmampuan untuk menghasilkan / mengkonsumsi makanan / cairan adekuat: mual, anoreksia, Kesulitan untuk mengunyah (keterlibatan TMJ)
    Tanda: Penurunan berat badan, Kekeringan pada membran mukosa.
  5. Hygiene
    Gejala: Berbagai kesulitan untuk melaksanakan aktivitas perawatan pribadi. Ketergantungan
  6. Neurosensori
    Gejala: Kebas, semutan pada tangan dan kaki, hilangnya sensasi pada jari tangan.
    Gejala: Pembengkakan sendi simetris
  7. Nyeri / kenyamanan
    Gejala: Fase akut dari nyeri (mungkin tidak disertai oleh pembengkakan jaringan lunak pada sendi).
  8. Keamanan
    Gejala: Kulit mengkilat, tegang, nodul subkutaneus. Lesi kulit, ulkus kaki. Kesulitan ringan dalam menangani tugas / pemeliharaan rumah tangga. Demam ringan menetap. Kekeringan pada meta dan membran mukosa.
  9. Interaksi sosial
    Gejala: Kerusakan interaksi sosial dengan keluarga/ orang lain; perubahan peran; isolasi.
  10. Penyuluhan / pembelajaran
    Gajala : Riwayat AR pada keluarga (pada awitan remaja). Penggunaan makanan kesehatan, vitamin, “ penyembuhan “ arthritis tanpa pengujian. Riwayat perikarditis, lesi katup, fibrosis pulmonal, pleuritis.

    Pertimbangan: DRG Menunjukkan rerata lama dirawat : 4,8 hari.
    Rencana Pemulangan: Mungkin membutuhkan bantuan pada transportasi, aktivitas perawatan diri, dan tugas/ pemeliharaan rumah tangga.

B. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK

  1. Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
  2. Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
  3. Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
  4. Laju Endap Darah: Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali normal sewaktu gejala-gejala meningkat
  5. Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
  6. Sel Darah Putih: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
  7. Haemoglobin: umumnya menunjukkan anemia sedang.
  8. Ig (Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun sebagai penyebab AR.
  9. Sinar x dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang berdekatan (perubahan awal) berkembang menjadi formasi kista tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
  10. Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
  11. Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
  12. Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning (respon inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif); elevasi SDP dan lekosit, penurunan viskositas dan komplemen (C3 dan C4).
  13. Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan perkembangan panas.

C. PRIORITAS KEPERAWATAN

  1. Menghilangkan nyeri
  2. Meningkatkan mobilitas.
  3. Meningkatkan monsep diri yang positif
  4. mendukung kemandirian
  5. Memberikan informasi mengenai proses penyakit/ prognosis dan keperluan pengobatan.

D. TUJUAN PEMULANGAN

  1. Nyeri hilang/ terkontrol
  2. Pasien menghadapi saat ini dengan realistis
  3. Pasien dapat menangani AKS sendiri/ dengan bantuan sesuai kebutuhan.
  4. Proses/ prognosis penyakit dan aturan terapeutik dipahami.

E. DIAGNOSA KEPERAWATAN

  1. NYERI AKUT/ KRONIS
    1. Dapat dihubungkan dengan :
      1. Agen pencedera
      2. Distensi jaringan oleh akumulasi cairan / proses inflamasi
      3. Destruksi sendi.
    2. Dapat dibuktikan oleh:
      1. Keluhan nyeri, ketidaknyamanan, kelelahan.
      2. Berfokus pada diri sendiri/ penyempitan fokus
      3. Perilaku distraksi/ respons autonomic
      4. Perilaku yang bersifart ahti-hati/ melindungi
    3. Hasil yang diharapkan / kriteria evaluasi pasien akan :
      1. Menunjukkan nyeri hilang/ terkontrol
      2. Terlihat rileks, dapat tidur/beristirahat dan berpartisipasi dalam aktivitas sesuai kemampuan.
      3. Mengikuti program farmakologis yang diresepkan
      4. Menggabungkan keterampilan relaksasi dan aktivitas hiburan ke dalam program kontrol nyeri.
    4. Intervensi dan Rasional :
      1. Selidiki keluhan nyeri, catat lokasi dan intensitas (skala 0-10). Catat faktor-faktor yang mempercepat dan tanda-tanda rasa sakit non verbal
        Rasional : Membantu dalam menentukan kebutuhan manajemen nyeri dan keefektifan program
      2. Berikan matras / kasur keras, bantal kecil,. Tinggikan linen tempat tidur sesuai kebutuhan
        Rasional : Matras yang lembut / empuk, bantal yang besar akan mencegah pemeliharaan kesejajaran tubuh yang tepat, menempatkan stress pada sendi yang sakit. Peninggian linen tempat tidur menurunkan tekanan pada sendi yang terinflamasi/nyeri
      3. Tempatkan/ pantau penggunaan bantl, karung pasir, gulungan trokhanter, bebat, brace.
        Rasional : Mengistirahatkan sendi-sendi yang sakit dan mempertahankan posisi netral. Penggunaan brace dapat menurunkan nyeri dan dapat mengurangi kerusakan pada sendi
      4. Dorong untuk sering mengubah posisi,. Bantu untuk bergerak di tempat tidur, sokong sendi yang sakit di atas dan bawah, hindari gerakan yang menyentak.
        Rasional: Mencegah terjadinya kelelahan umum dan kekakuan sendi. Menstabilkan sendi, mengurangi gerakan/ rasa sakit pada sendi
      5. Anjurkan pasien untuk mandi air hangat atau mandi pancuran pada waktu bangun dan/atau pada waktu tidur. Sediakan waslap hangat untuk mengompres sendi-sendi yang sakit beberapa kali sehari. Pantau suhu air kompres, air mandi, dan sebagainya.
        Rasional : Panas meningkatkan relaksasi otot, dan mobilitas, menurunkan rasa sakit dan melepaskan kekakuan di pagi hari. Sensitivitas pada panas dapat dihilangkan dan luka dermal dapat disembuhkan
      6. Berikan masase yang lembut
        Rasional : Meningkatkan relaksasi / mengurangi nyeri
      7. Dorong penggunaan teknik manajemen stres, misalnya relaksasi progresif, sentuhan terapeutik, biofeed back, visualisasi, pedoman imajinasi, hypnosis diri, dan pengendalian napas.
        Rasional : Meningkatkan relaksasi, memberikan rasa kontrol dan mungkin meningkatkan kemampuan koping
      8. Libatkan dalam aktivitas hiburan yang sesuai untuk situasi individu.
        Rasional : Memfokuskan kembali perhatian, memberikan stimulasi, dan meningkatkan rasa percaya diri dan perasaan sehat
      9. Beri obat sebelum aktivitas / latihan yang direncanakan sesuai petunjuk.
        Rasional : Meningkatkan realaksasi, mengurangi tegangan otot/ spasme, memudahkan untuk ikut serta dalam terapi
      10. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk (mis:asetil salisilat)
        Rasional : Sebagai anti inflamasi dan efek analgesik ringan dalam mengurangi kekakuan dan meningkatkan mobilitas.
      11. Berikan es kompres dingin jika dibutuhkan
        Rasional : Rasa dingin dapat menghilangkan nyeri dan bengkak selama periode akut
  2. MOBILITAS FISIK, KERUSAKAN
    1. Dapat dihubungkan dengan :
      1. Deformitas skeletal
      2. Nyeri
      3. Ketidaknyamanan
      4. Intoleransi aktivitas
      5. Kenurunan kekuatan otot.
    2. Dapat dibuktikan oleh :
      1. Keengganan untuk mencoba bergerak / ketidakmampuan untuk dengan sendiri bergerak dalam lingkungan fisik
      2. Membatasi rentang gerak, ketidakseimbangan koordinasi, penurunan kekuatan otot / kontrol dan massa (tahap lanjut).
    3. Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan:
      1. Mempertahankan fungsi posisi dengan tidak hadirnya / pembatasan kontraktur.
      2. Mempertahankan ataupun meningkatkan kekuatan dan fungsi dari dan/ atau konpensasi bagian tubuh.
      3. Mendemonstrasikan tehnik/ perilaku yang memungkinkan melakukan aktivitas
    4. Intervensi dan Rasional:
      1. Evaluasi/ lanjutkan pemantauan tingkat inflamasi/ rasa sakit pada sendi
        Rasional : Tingkat aktivitas/ latihan tergantung dari perkembangan/ resolusi dari peoses inflamasi
      2. Pertahankan istirahat tirah baring/ duduk jika diperlukan jadwal aktivitas untuk memberikan periode istirahat yang terus menerus dan tidur malam hari yang tidak terganmggu.
        Rasional : Istirahat sistemik dianjurkan selama eksaserbasi akut dan seluruh fase penyakit yang penting untuk mencegah kelelahan mempertahankan kekuatan
      3. Bantu dengan rentang gerak aktif/pasif, demikiqan juga latihan resistif dan isometris jika memungkinkan
        Rasional : Mempertahankan / meningkatkan fungsi sendi, kekuatan otot dan stamina umum.
        Catatan : latihan tidak adekuat menimbulkan kekakuan sendi, karenanya aktivitas yang berlebihan dapat merusak sendi
      4. Ubah posisi dengan sering dengan jumlah personel cukup. Demonstrasikan / bantu tehnik pemindahan dan penggunaan bantuan mobilitas, mis, trapeze
        Rasional : Menghilangkan tekanan pada jaringan dan meningkatkan sirkulasi. Memepermudah perawatan diri dan kemandirian pasien. Tehnik pemindahan yang tepat dapat mencegah robekan abrasi kulit
      5. Posisikan dengan bantal, kantung pasir, gulungan trokanter, bebat, brace
        Rasional : Meningkatkan stabilitas (mengurangi resiko cidera) dan memerptahankan posisi sendi yang diperlukan dan kesejajaran tubuh, mengurangi kontraktor
      6. Gunakan bantal kecil/tipis di bawah leher.
        Rasional : Mencegah fleksi leher
      7. Dorong pasien mempertahankan postur tegak dan duduk tinggi, berdiri, dan berjalan
        Rasional : Memaksimalkan fungsi sendi dan mempertahankan mobilitas
      8. Berikan lingkungan yang aman, misalnya menaikkan kursi, menggunakan pegangan tangga pada toilet, penggunaan kursi roda.
        Rasional : Menghindari cidera akibat kecelakaan / jatuh
      9. Kolaborasi: konsul dengan fisoterapi.
        Rasional : Berguna dalam memformulasikan program latihan / aktivitas yang berdasarkan pada kebutuhan individual dan dalam mengidentifikasikan alat
      10. Kolaborasi: Berikan matras busa / pengubah tekanan.
        Rasional : Menurunkan tekanan pada jaringan yang mudah pecah untuk mengurangi risiko imobilitas
      11. Kolaborasi: berikan obat-obatan sesuai indikasi (steroid).
        Mungkin dibutuhkan untuk menekan sistem inflamasi akut
  3. GANGGUAN CITRA TUBUH/ PERUBAHAN PENAMPILAN PERAN
    1. Dapat dihubungkan dengan :
      1. Perubahan kemampuan untuk melaksanakan tugas-tugas umum
      2. Peningkatan penggunaan energi, ketidakseimbangan mobilitas
    2. Dapat dibuktikan oleh :
      1. Perubahan fungsi dari bagian-bagian yang sakit.
      2. Bicara negatif tentang diri sendiri, fokus pada kekuatan masa lalu, dan penampilan.
      3. Perubahan pada gaya hidup / kemapuan fisik untuk melanjutkan peran, kehilangan pekerjaan, ketergantungan pada orang terdekat
      4. Perubahan pada keterlibatan sosial; rasa terisolasi.
      5. Perasaan tidak berdaya, putus asa.
    3. Hasil yang dihapkan / kriteria Evaluasi-Pasien akan :
      1. Mengungkapkan peningkatan rasa percaya diri dalam kemampuan untuk menghadapi penyakit, perubahan pada gaya hidup, dan kemungkinan keterbatasan.
      2. Menyusun rencana realistis untuk masa depan.
    4. Intervensi dan Rasional :
      1. Dorong pengungkapan mengenai masalah tentang proses penyakit, harapan masa depan.
        Rasional : Berikan kesempatan untuk mengidentifikasi rasa takut/ kesalahan konsep dan menghadapinya secara langsung
      2. Diskeusikan arti dari kehilangan/ perubahan pada pasien/orang terdekat. Memastikan bagaimana pandangaqn pribadi pasien dalam memfungsikan gaya hidup sehari-hari, termasuk aspek-aspek seksual.
        Rasional : Mengidentifikasi bagaimana penyakit mempengaruhi persepsi diri dan interaksi dengan orang lain akan menentukan kebutuhan terhadap intervensi/ konseling lebih lanjut
      3. Diskusikan persepsi pasienmengenai bagaimana orang terdekat menerima keterbatasan.
        Rasional : Isyarat verbal / non verbal orang terdekat dapat mempunyai pengaruh mayor pada bagaimana pasien memandang dirinya sendiri
      4. Akui dan terima perasaan berduka, bermusuhan, ketergantungan.
        Rasional : Nyeri konstan akan melelahkan, dan perasaan marah dan bermusuhan umum terjadi
      5. Perhatikan perilaku menarik diri, penggunaan menyangkal atau terlalu memperhatikan perubahan.
        Rasional : Dapat menunjukkan emosional ataupun metode koping maladaptive, membutuhkan intervensi lebih lanjut
      6. Susun batasan pada perilaku mal adaptif. Bantu pasien untuk mengidentifikasi perilaku positif yang dapat membantu koping.
        Rasional : Membantu pasien untuk mempertahankan kontrol diri, yang dapat meningkatkan perasaan harga diri
      7. Ikut sertakan pasien dalam merencanakan perawatan dan membuat jadwal aktivitas.
        Rasional : Meningkatkan perasaan harga diri, mendorong kemandirian, dan mendorong berpartisipasi dalam terapi
      8. Bantu dalam kebutuhan perawatan yang diperlukan.
        Rasional : Mempertahankan penampilan yang dapat meningkatkan citra diri
      9. Berikan bantuan positif bila perlu.
        Memungkinkan pasien untuk merasa senang terhadap dirinya sendiri. Menguatkan perilaku positif. Meningkatkan rasa percaya diri
      10. Kolaborasi: Rujuk pada konseling psikiatri, mis: perawat spesialis psikiatri, psikolog.
        Rasional : Pasien / orang terdekat mungkin membutuhkan dukungan selama berhadapan dengan proses jangka panjang / ketidakmampuan
      11. Kolaborasi: Berikan obat-obatan sesuai petunjuk, mis; anti ansietas dan obat-obatan peningkat alam perasaan.
        Rasional : Mungkin dibutuhkan pada saat munculnya depresi hebat sampai pasien mengembangkan kemampuan koping yang lebih efektif
  4. KURANG PERAWATAN DIRI
    1. Dapat dihubungkan dengan :
      1. Kerusakan muskuloskeletal; penurunan kekuatan, daya tahan, nyeri pada waktu bergerak, depresi.
    2. Dapat dibuktikan oleh:
      1. Ketidakmampuan untuk mengatur kegiatan sehari-hari.
    3. Hasil yang dihapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan :
      1. Melaksanakan aktivitas perawatan diri pada tingkat yang konsisten dengan kemampuan individual.
      2. Mendemonstrasikan perubahan teknik / gaya hidup untuk memenuhi kebutuhan perawatan diri.
      3. Mengidentifikasi sumber-sumber pribadi / komunitas yang dapat memenuhi kebutuhan perawatan diri.
    4. Intervensi dan Rasional:
      1. Diskusikan tingkat fungsi umum (0-4) sebelum timbul awitan/ eksaserbasi penyakit dan potensial perubahan yang sekarang diantisipasi.
        Rasional : Mungkin dapat melanjutkan aktivitas umum dengan melakukan adaptasi yang diperlukan pada keterbatasan saat ini.
      2. Pertakhankan mobilitas, kontrol terhadap nyeri dan program latihan.
        Rasional: Mendukung kemandirian fisik/emosional
      3. Kaji hambatan terhadap partisipasi dalam perawatan diri. Identifikasi / rencana untuk modifikasi lingkungan.
        Rasional : Menyiapkan untuk meningkatkan kemandirian, yang akan meningkatkan harga diri
      4. Kolaborasi: Konsul dengan ahli terapi okupasi.
        Rasional : Berguna untuk menentukan alat bantu untuk memenuhi kebutuhan individual. Mis; memasang kancing, menggunakan alat bantu memakai sepatu, menggantungkan pegangan untuk mandi pancuran
      5. Kolaborasi: Atur evaluasi kesehatan di rumah sebelum pemulangan dengan evaluasi setelahnya.
        Rasional : Mengidentifikasi masalah-masalah yang mungkin dihadapi karena tingkat kemampuan aktual
      6. Kolaborasi: atur konsul dengan lembaga lainnya, mis: pelayanan perawatan rumah, ahli nutrisi.
        Rasional : Mungkin membutuhkan berbagai bantuan tambahan untuk persiapan situasi di rumah
  5. PENATALAKSANAAN PEMELIHARAAN RUMAH, KERUASAKAN, RESIKO TINGGI TERHADAP
    1. Faktor risiko meliputi :
      1. Proses penyakit degeneratif jangka panjang, sistem pendukung tidak adekuat.
    2. Dapat dibuktikan oleh:
      1. (Tidak dapat diterapkan; adanya tanda dan gejala membuat diagnosa menjadi aktual)
    3. Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, Pasien akan :
      1. Mempertahankan keamanan, lingkungan yang meningkatkan pertumbuhan.
      2. Mendemonstrasikan penggunaan sumber-sumber yang efektif dan tepat.
    4. Intervensi dan Rasional:
      1. Kaji tingkat fungsi fisik
        Rasional : Mengidentifikasi bantuan/ dukungan yang diperlukan
      2. Evaluasi lingkungan untuk mengkaji kemampuan dalam perawatan untuk diri sendiri.
        Rasional : Menentukan kemungkinan susunan yang ada/ perubahan susunan rumah untuk memenuhi kebutuhan individu
      3. Tentukan sumber-sumber finansial untuk memenuhi kebutuhan situasi individual. Identifikasi sistem pendukung yang tersedia untuk pasien, mis: membagi tugas-tugas rumah tangga antara anggota keluarga.
        Rasional : Menjamin bahwa kebutuhan akan dipenuhi secara terus-menerus
      4. Identifikasi untuk peralatan yang diperlukan, mis: lift, peninggian dudukan toilet.
        Rasional : Memberikan kesempatan untuk mendapatkan peralatan sebelum pulang
      5. Kolaborasi: Koordinasikan evaluasi di rumah dengan ahli terapi okupasi.
        Rasional : Bermanfaat untuk mengidentifikasi peralatan, cara-cara untuk mengubah tugas-tugas untuk mengubah tugas-tugas untuk mempertahankan kemandirian
      6. Kolaborasi: Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: pelayanan pembantu rumah tangga bila ada.
        Rasional : Memberikan kemudahan berpindah pada / mendukung kontinuitas dalam situasi rumah
  6. KURANG PENGETAHUAN (KEBUTUHAN BELAJAR), MENGENAI PENYAKIT, PROGNOSIS, DAN KEBUTUHAN PENGOBATAN.
    1. Dapat dihubungkan dengan :
      1. Kurangnya pemajanan / mengingat.
      2. Kesalahan interpretasi informasi.
    2. Dapat dibuktikan oleh:
      1. Pertanyaan / permintaan informasi, pernyataan kesalahan konsep.
      2. Tidak tepat mengikuti instruksi / terjadinya komplikasi yang dapat dicegah.
    3. Hasil yang diharapkan / kriteria Evaluasi, pasien akan :
      1. Menunjukkan pemahaman tentang kondisi/ prognosis, perawatan.
      2. Mengembangkan rencana untuk perawatan diri, termasuk modifikasi gaya hidup yang konsisten dengan mobilitas dan atau pembatasan aktivitas.
    4. Intervensi dan Rasional :
      1. Tinjau proses penyakit, prognosis, dan harapan masa depan.
        Rasional : Memberikan pengetahuan dimana pasien dapat membuat pilihan berdasarkan informasi
      2. Diskusikan kebiasaan pasien dalam penatalaksanaan proses sakit melalui diet,obat-obatan, dan program diet seimbang, l;atihan dan istirahat.
        Rasional : Tujuan kontrol penyakit adalah untuk menekan inflamasi sendiri/ jaringan lain untuk mempertahankan fungsi sendi dan mencegah deformitas
      3. Bantu dalam merencanakan jadwal aktivitas terintegrasi yang realistis,istirahat, perawatan pribadi, pemberian obat-obatan, terapi fisik, dan manajemen stres.
        Rasional : Memberikan struktur dan mengurangi ansietas pada waktu menangani proses penyakit kronis kompleks
      4. Tekankan pentingnya melanjutkan manajemen farmakoterapeutik.
        Rasional : Keuntungan dari terapi obat-obatan tergantung pada ketepatan dosis
      5. Anjurkan mencerna obat-obatan dengan makanan, susu, atau antasida pada waktu tidur.
        Rasional : Membatasi irigasi gaster, pengurangan nyeri pada HS akan meningkatkan tidur dan mengurangi kekakuan di pagi hari
      6. Identifikasi efek samping obat-obatan yang merugikan, mis: tinitus, perdarahan gastrointestinal, dan ruam purpuruik.
        Rasional : Memperpanjang dan memaksimalkan dosis aspirin dapat mengakibatkan takar lajak. Tinitus umumnya mengindikasikan kadar terapeutik darah yang tinggi
      7. Tekankan pentingnya membaca label produk dan mengurangi penggunaan obat-obat yang dijual bebas tanpa persetujuan dokter.
        Rasional : Banyak produk mengandung salisilat tersembunyi yang dapat meningkatkan risiko takar layak obat/ efek samping yang berbahaya
      8. Tinjau pentingnya diet yang seimbang dengan makanan yang banyak mengandung vitamin, protein dan zat besi.
        Rasional : Meningkatkan perasaan sehat umum dan perbaikan jaringan
      9. Dorong pasien obesitas untuk menurunkan berat badan dan berikan informasi penurunan berat badan sesuai kebutuhan.
        Rasional : Pengurangan berat badan akan mengurangi tekanan pada sendi, terutama pinggul, lutut, pergelangan kaki, telapak kaki
      10. Berikan informasi mengenai alat bantu
        Rasional : Mengurangi paksaan untuk menggunakan sendi dan memungkinkan individu untuk ikut serta secara lebih nyaman dalam aktivitas yang dibutuhkan
      11. Diskusikan tekinik menghemat energi, mis: duduk dari pada berdiri untuk mempersiapkan makanan dan mandi
        Rasional : Mencegah kepenatan, memberikan kemudahan perawatan diri, dan kemandirian
      12. Dorong mempertahankan posisi tubuh yang benar baik pada saat istirahat maupun pada waktu melakukan aktivitas, misalnya menjaga agar sendi tetap meregang, tidak fleksi, menggunakan bebat untuk periode yang ditentukan, menempatkan tangan dekat pada pusat tubuh selama menggunakan, dan bergeser daripada mengangkat benda jika memungkinkan.
        Rasional : Mekanika tubuh yang baik harus menjadi bagian dari gaya hidup pasien untuk mengurangi tekanan sendi dan nyeri
      13. Tinjau perlunya inspeksi sering pada kulit dan perawatan kulit lainnya dibawah bebat, gips, alat penyokong. Tunjukkan pemberian bantalan yang tepat.
        Rasional : Mengurangi resiko iritasi / kerusakan kulit
      14. Diskusikan pentingnya obat obatan lanjutan / pemeriksaan laboratorium, mis: LED, Kadar salisilat, PT.
        Rasional : Terapi obat-obatan membutuhkan pengkajian / perbaikan yang terus menerus untuk menjamin efek optimal dan mencegah takar lajak, efek samping yang berbahaya.
      15. Berikan konseling seksual sesuai kebutuhan
        Rasional : Informasi mengenai posisi-posisi yang berbeda dan tehnik atau pilihan lain untuk pemenuhan seksual mungkin dapat meningkatkan hubungan pribadi dan perasaan harga diri / percaya diri
      16. Identifikasi sumber-sumber komunitas, mis: yayasan arthritis (bila ada).
        Bantuan / dukungan dari oranmg lain untuk meningkatkan pemulihan maksimal

kumpulan askep