Sabtu, 31 Maret 2012

Air Susu Ibu Vs Susu Bayi Sapi



Pilih !!! Air Susu Ibu (ASI) apa Susu Bayi Sapi
Pada Pekan ASI Sedunia ke-25 tanggal 1-7 Agustus 2006 dengan tema “ Code Watch, 25 Years of Protecting Breastfeeding atau Peringatan Kode Internasional, 25 Tahun Melindungi ASI”. Menurut Menkes Dr. dr. Siti Fadilah Supari, Sp. JP (K), Sasaran Pembangunan Kesehatan dalam Rencana Pembangunan Jangka Panjang Menengah (RPJM) 2005-2009 adalah menurunkan prevalensi gizi kurang pada balita dari 25,8% pada tahun 2005 menjadi setinggi-tingginya 20% pada tahun 2009. Karena itu dalam rangka pencepatan penurunan prevalensi gizi kurang dan gizi buruk diperlukan upaya terobosan yang bersifat nasional untuk menggerakkan seluruh masyarakat Indonesia terutama ibu-ibu dengan dukungan suami dan keluarga dalam memberikan ASI Eksklusif selama 6 bulan kepada bayinya.Kegiatan ini di Indonesia diwujudkan menjadi Bulan ASI Nasional berupa Kampanye Satu Bulan meningkatkan kesehatan dan gizi anak yang juga dirangkaikan dengan peringatan satu tahun penandatanganan nota kesepakatan damai (MoU) antara Pemerintah RI-GAM di Helsinki, 15 Agustus 2005. Kegiatan ini diharapkan menyemangati pembuat keputusan di tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota, dalam membuat kebijakan yang mendukung ASI serta melakukan pengawasan terhadap promosi susu formula.Secara nasional, diketahui bahwa hanya 40 persen ibu memberi ASI kepada bayi mereka, sementara menurut penelitian Kesehatan Indonesia tahun 2002 disebutkan bahwa balita Indonesia hanya diberi ASI selama kurang dari dua bulan.ASI merupakanan makanan terbaik bagi bayi, tidak dapat diganti dengan makanan lainnya dan tidak ada satu pun makanan yang dapat menyamai ASI baik dalam kandungan gizinya, enzim, hormon, maupun kandungan zat imunologik dan antiinfeksi.
Berdasarkan Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2002, hanya 3,7% bayi yang memperoleh ASI pada hari pertama. Sedangkan pemberian ASI pada bayi umur kurang 2 bulan sebesar 64%, antara 2-3 bulan 45,5%, antara 4-5 bulan 13,9 dan antara 6-7 bulan 7,8%. Sementara itu cakupan pemberian susu formula meningkat 3 kali lipat dalam kurun waktu antara 1997 sebesar 10,8% menjadi 32,4% pada tahun 2002.
Buruknya pemberian ASI ini dipicu oleh promosi Susu Formula di berbagai media dan Sarana Pelayanan Kesehatan (SPK). Berdasarkan survei oleh YLKI, Yayasan KAKAK, BKPP-ASI dsb di DKI Jakarta, Jabar, Jateng, Jatim dan Sulsel, masih ditemukan pelanggaran terhadap SK Menkes No.237/Menkes/SK/IV/1997 tentang Pemasaran Pengganti ASI dan Pengawasan Kode Internasional tentang Pemasaran Susu Formula.Pelanggarannya antara lain, SPK yang disurvei ditemukan susu formula didistribusikan kepada pasien secara gratis, SPK yang disurvei menjual susu formula dengan harga khusus, hampir semua bayi baru lahir di SPK tersebut mendapat susu formula dan lain-lain. Untuk melindungi, mempromosikan dan memberikan dukungan kepada para ibu di Indonesia perlu diberikan motivasi dan didampingi oleh orang-orang yang sudah berpengalaman memberikan ASI Eksklusif. Karena itu UNICEF memberikan penghargaan kepada Ibu Negara Hj. Ani Bambang Yudhoyono sebagai Duta Nasional untuk ASI tanggal 28 Agustus 2006 di Istana Negara, Jakarta.
Sesuai UU No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak yang mengacu pada Convention on The Right of the Child atau Konvensi Hak-hak Anak menyebutkan “ setiap anak berhak untuk dapat hidup, tumbuh, berkembang dan berpartisipasi secara wajar sesuai dengan harkat dan martabat kemanusiaan serta mendapat perlindungan dari kekerasan dan diskriminasi “.
Agar anak tumbuh dan berkembang secara optimal menjadi anak yang sehat dan cerdas, kebutuhan dasar anak harus terpenuhi yang meliputi 7 aspek yaitu kasih sayang dan perlindungan, gizi, kesehatan, pendidikan, pengasuhan, bermain dan berekreasi, lingkungan yang sehat dan orang tua ikut KB.
Menyusui bayi secara eksklusif merupakan wujud nyata pemenuhan ketujuh aspek kebutuhan dasar tersebut. Menyusui secara eksklusif adalah memberikan ASI kepada bayi selama 6 bulan penuh dan bayi tidak mendapat makanan lain selain ASI.
Untuk mencapai tumbuh kembang bayi secara optimal, WHO/UNICEF menetapkan Global Strategy for Infant and Young Child Feeding yang di Indonesia ditindaklanjuti dengan Penyusunan Strategi Nasional Pemberian Makanan Bayi dan Anak yaitu memberikan ASI dalam 30 menit setelah kelahiran, memberikan hanya ASI saja atau ASI Eksklusif sejak lahir sampai bayi berumur 6 bulan, memberikan makanan pendamping ASI (MP-ASI) yang cukup dan bermutu sejak bayi umur 6 bulan dan meneruskan pemberian ASI sampai anak berumur 2 tahun.
Asi Eksklusif Enam Bulan
Menyusui adalah suatu proses yang terjadi secara alami. Jadi, jarang sekali ada ibu yang gagal atau tidak mampu menyusui bayinya. Meskipun demikian, menyusui juga perlu dipelajari, terutama oleh ibu yang baru pertama kali memiliki anak agar tahu cara menyusui yang benar.Kendati prosesnya alami, kemampuan ibu memberi ASI tidak datang tiba-tiba. Ada serangkaian proses yang turut memberi andil dalam kelancaran pemberian ASI, mulai dari persiapan fisik sampai batin calon ibu. Makin dini bayi disusui, maka kian cepat dan lancar proses menyusui si kecil. Kualitas dan kuantitas produksi ASI juga perlu dijaga agar perkembangan fisik dan mental bayi bisa optimal. Caranya antara lain dengan mengonsumsi makanan bergizi, terutama sayuran, minum cairan, cukup beristirahat dan sering menyusui, serta memijat payudara. Jika jarang disusukan, produksi ASI dikhawatirkan akan menurun.
Untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) merekomendasikan agar bayi baru lahir mendapat ASI eksklusif (tanpa tambahan apa-apa) selama enam bulan. Sebab, menurut Ketua Ikatan Dokter Anak Indonesia DKI Jakarta (IDAI Jaya) dr Badriul Hegar SpA (K), ASI adalah nutrisi alamiah terbaik bagi bayi dengan kandungan gizi paling sesuai untuk pertumbuhan optimal.
Tidak ada jadwal khusus yang bisa diterapkan untuk pemberian ASI pada bayi. Jadi, ibu harus siap setiap saat bayi membutuhkan ASI. Akibatnya, jika ibu diharuskan kembali bekerja penuh di luar rumah sebelum bayi berusia enam bulan, pemberian ASI eksklusif ini tidak bisa berjalan sebagaimana mestinya. Maka, Akida M Widad, Staf Pengajar Jurusan Teknik Kimia Universitas Muhammadiyah Surakarta dalam artikelnya menuturkan, sejumlah negara memberikan kelonggaran kepada ibu hamil dan melahirkan. Di Inggris ibu yang hamil dan melahirkan bisa mendapatkan cuti 40 minggu. Di Denmark, ibu mendapat cuti empat atau delapan minggu sebelum melahirkan dan 14 minggu sesudah melahirkan ditambah 10 minggu cuti untuk merawat bayi. Di Indonesia, sesuai kebijakan pemerintah, sebagian besar perusahaan menerapkan kebijakan pemberian cuti melahirkan hanya tiga bulan. Karena itu, kendati kampanye nasional pemberian ASI eksklusif selama enam bulan dicanangkan, kenyataannya hal itu sulit dilakukan bagi ibu yang bekerja di luar rumah. Kondisi fisik dan mental yang lelah setelah bekerja sepanjang hari telah menghambat kelancaran produksi ASI. Kendati demikian, hal itu tidak berarti kesempatan ibu yang bekerja untuk memberi ASI eksklusif kepada bayinya hilang sama sekali. Bekerja bukan alasan untuk menghentikan pemberian ASI eksklusif bagi sang buah hati. Selain diberikan secara langsung, yakni dengan menyusui si kecil, ASI juga dapat diberikan secara tidak langsung dengan cara memberikan ASI perah. Asi Perah
Oleh karena itu, pengetahuan tentang cara memerah, menyimpan dan memberikan ASI perah ini sebaiknya dikuasai para ibu. Klinik Laktasi Rumah Sakit St Carolus, Jakarta, menyarankan agar para ibu menyiapkan ASI perah minimal dua hari sebelum mulai bekerja dan meninggalkan bayi. ASI sebaiknya diperah setiap tiga jam karena produksi susu akan makin melimpah jika sering dikeluarkan.
ASI pada dasarnya dapat diperah melalui tiga cara, yakni menggunakan tangan, alat secara manual, atau memakai alat pompa elektrik. Namun, bila dilihat dari sisi ekonomis dan kepraktisan, memerah ASI dengan tangan lebih unggul dibandingkan dua cara yang lain dan bisa melakukannya kapan saja tanpa bantuan alat kecuali wadah yang bersih untuk menampung ASI.Cara apa pun yang dipilih, faktor kebersihan harus tetap diperhatikan. Sebelum memerah ASI, cucilah tangan Anda dengan sabun dan air hingga bersih dan sediakan wadah tertutup yang bersih dan steril untuk menampung ASI. Kemudian, perah sedikit ASI lalu oleskan pada puting dan areola karena air susu ibu mengandung zat antibakteri.
Pada masa-masa awal, ibu tidak perlu putus asa jika jumlah ASI yang diperoleh tidak sebanyak yang diinginkan. Sebab, untuk menjadi terampil memerah ASI memang butuh waktu dan latihan. Karena itu, ibu sebaiknya berlatih memerah ASI sekitar satu minggu sebelum kembali bekerja. Selama di tempat kerja, ibu dianjurkan memerah ASI sebanyak dua sampai tiga kali di tempat yang tenang.
Wadah untuk menampung ASI perah sebaiknya terbuat dari bahan yang mudah disterilkan, misalnya botol atau cangkir tertutup rapat yang terbuat dari plastik atau gelas, tahan dimasak dalam air mendidih, dan mempunyai mulut lebar agar ASI yang diperah dapat ditampung dengan mudah. Bila ASI tidak langsung diberikan, pastikan penyimpanannya aman dari kontaminasi dan berikan label waktu pemerahan pada setiap wadah ASI perah. Jika ASI perah akan diberikan kurang dari enam jam pada bayi, ASI tersebut tidak perlu disimpan dalam lemari es. Dalam buku Kiat Sukses Menyusui, ibu disarankan untuk tidak menyimpan ASI di suhu kamar lebih dari tiga atau empat jam. ASI perah tahan enam sampai delapan jam di ruangan bersuhu kamar, 24 jam dalam termos berisi es batu, 48 jam dalam lemari es dan tiga bulan dalam freezer.
Sebelum diberikan kepada bayi, ASI yang dibekukan dicairkan terlebih dulu dan diletakkan dalam ruangan dengan suhu kamar. Kemudian, wadah berisi ASI itu direndam dalam air hangat sebelum diberikan kepada bayi. ASI sebaiknya diberikan dengan cangkir atau sendok agar bayi bisa mengisap ASI sedikit demi sedikit. Seusai diberi ASI, bayi dipegang dalam posisi tegak agar sendawa.
Pemberian ASI perah dengan sendok atau cangkir sebaiknya diberikan orang lain, bukan ibu bersangkutan. Ini untuk menjaga konsistensi sehingga bayi tidak mengalami bingung puting. Selain itu, sisa susu yang tidak dihabiskan bayi sebaiknya tidak disimpan atau dibekukan ulang agar bayi terhindar dari risiko terserang diare.
Selain itu penerapan manajemen laktasi harus disertai dukungan semua pihak agar upaya pemberian ASI eksklusif selama enam bulan bisa berhasil. Sikap keluarga sangat menentukan keberhasilan menyusui, terutama suami, dengan membantu tugas rumah tangga agar ibu yang menyusui tidak kelelahan, dan bantuan tenaga yang menjamin keamanan si kecil ketika ditinggal bekerja.
Adanya “tempat kerja sayang ibu” yang mendukung proses laktasi di tempat kerja juga mempermudah ibu bekerja memberi ASI eksklusif selama enam bulan. Contohnya, dengan menyediakan ruang untuk menyusui atau memerah ASI dan tempat penitipan bayi, memberi kesempatan ibu menyusui atau memerah ASI setiap tiga jam.

KONSEP PENKES / DEFINISI PENKES
  1. WHO—Penkes adl proses membuat orang mampu meningkatkan & memperbaiki kesehatan mereka.
  2. WOOD—-Sejumlah pengalaman yg berpengaruh secara menguntungkan thd kebiasaan, sikap & pengetahuan yg ada hub dgn kesh. Perorangan, masy dan bangsa
  3. Soekidjo Notoadmodjo— Penkes pd hakekatnya adalah:
    1. Salah satu bentuk pemecahan mas. Kesh dengan pendekatan pendidikan
    2. Penerangan pendidikan dlm pemecahan mas. Masy.
    3. Usaha utk membantu indv., klg dan masy. Dlm meningkatkan kemampuan atau perilaku ut mencapai kesh scr optimal
    4. Adanya proses pertumbuhan, perkembangan, perubahan kearah yg lebih positif pd diri indv, klg, klp dan masy.
    5. Merupakan komponen vital dlm kepr kesh masy.
    6. Salah satu kompetensi yg dituntut dr tenaga kesh.
    7. Salah satu peranan yg hrs diberikan dalam askep.
UNSUR - UNSUR PENDIDIKAN
  1. Input—-sasaran penkes (indv, klg, klp, masy.)
  2. Proses—upaya yg direncanakan ut mengubah perilaku sasaran
  3. Out put—melakukan apa yg diharapkan thd sasaran
TUJUAN PENKES —-Terjadinya perubahan sikap dan tingkah laku—-kesehatan
RUANG LINGKUP PENKES—-3 Dimensi
  1. Dimensi sasaran—sasaran individu, kelompok, masy luas.
  2. Tempat pelaksanaan—di Sekolah, Rumah Sakit, Tempat kerja (buruh/karyawan)
  3. Tingkat Yan Kesh.—-ada 5 tingkat pencegahan        ( Leavel &Clark) meliputi :Health Promotion, General & spesific Protection,Early Diagnosis & Prompt Treatment, Disability Limitation and, Rehabilitation
TEORI PERILAKU ( LAWRENCE GREEN, 1980)
Perilaku terbentuk oleh tga faktor yakni :
  1. F. Predisposisi—yg terwujud dlm pengetahuan , sikap , kayakinan, nilai, dll
  2. F.Pendukung/Enabling Factors—yg terwujud dlm lingk. Fisik, sarana-prasarana.
  3. F. Pendorong/Reinforcing Factors—berupa sikap dan perilaku petugas kesh.
Contoh : Seorang ibu tidak mau mengimunisasikan anaknyake Posyandu. Hal ini dapat disebabanbeberapa sebab yakni :
(1) Karena Ibu tersebut belum mengetahui manfaat imunisasai bagi anaknya(Predisposisi),
(2) Mungkin juga karena jarak rumah ke Posyandu cukup jauh (F. Pendukung)
(3) Tokoh masy.nya juga belum mengimunisasikan anaknya (F. Pendorong).
DOMAIN PERILAKU KESEHATAN ( BENYAMIN BLOOM,1908 )
Ada Tiga Domain/ Ranah—Domain Cognitive(Knowledge), Affective ( Attitude) dan Psychomotor(Practice).
Domain Cognitive(Knowledge),
Pengetahuan adl kesan dlm pikiran mns sbg hasil penggunaan panca inderanya.
Proses terjadinya adopsi perilaku ( Rogers, 1974) adalah :
  1. Awarenes/ Kesadaran—menyadari adanya ilmu, pengetahuan, yg baru
  2. Interest/ Tertarik— thd stimulus. obyek, pengetahuan tsb
  3. Evaluation/ Evaluasi—menimbang baik –buruknya pengetahuan baru utknya.
  4. Trial/ Mencoba— mencoba melakukan tindakan sesuai yg diterima
  5. Adoption/Adopsi—subyek berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan, kesadaran dan sikap thd stimulus .
Ada 6 (Enam ) Tingkat Pengetahuan dalam Domain Kognitif Yakni:
  1. Know / Tahu—mengigat materi yg telah didapatkan.
  2. Comprehension/ Memahami—mampu menjelaskan secara benar obyek/ pengtahuan yg diterima
  3. Application/ Aplikasi—menggunakan pengetahuan pada situasai yg nyata.
  4. Analysis/ analisis—mampu menguraikan materi kedlm elemen / unsur-unsur
  5. Synthesis/ sintesis—membuat, menguhubungkan bagian-bagian mjd bentuk keseluruhan yg baru
  6. Evaluation/ evaluasi—kemampuan utk melakukan penilaian thd obyek.

Domain Affective ( Attitude)
Sikap adl mrp reaksi / respon seseorang thd suatu stimulus / obyek
Mnt Alport(1954) Sikap mempunyai Tiga komponen :
  1. Kepercayaan / keyakinan, ide & konsep thd suatu obyek
  2. Kehidupan emosional atau evaluasi emosional thd suatu obyek
  3. Kecenderungan utk bertindak 9trend to Behave )

Senin, 26 Maret 2012

diagnosa keperawatan NANDA 2010-2011

Temen2.. ni info terbaru loh…
Berikut ini adalah daftar diagnosa keperawatan NANDA 2010-2011 yang disusun menurut fokus keperawatan divisi diagnosa oleh Doengoes/Moorhouse :
2009-2011 NURSING DIAGNOSES
ORGANIZED ACCORDING TO A NURSING FOCUS
BY DOENGES/MOORHOUSE DIAGNOSTIC DIVISIONS

* = New diagnoses
+ = Revised diagnoses



ACTIVITY/REST—Ability to engage in necessary/desired activities of life (work and leisure) and to obtain adequate sleep/rest
Activity Intolerance
Activity Intolerance, risk for
*Activity Planning, ineffective
Disuse Syndrome, risk for
Diversional Activity, deficient
Fatigue
Insomnia
Lifestyle, sedentary
Mobility, impaired bed
Mobility, impaired wheelchair
Sleep, readiness for enhanced
Sleep Deprivation
+Sleep Pattern, disturbed
Transfer Ability, impaired
Walking, impaired

CIRCULATION—Ability to transport oxygen and nutrients necessary to meet cellular needs
Autonomic Dysreflexia
Autonomic Dysreflexia, risk for
*Bleeding, risk for
Cardiac Output, decreased
Intracranial Adaptive Capacity, decreased
*Perfusion, ineffective peripheral tissue
*Perfusion, risk for decreased cardiac tissue
*Perfusion, risk for ineffective cerebral tissue
*Perfusion, risk for ineffective gastrointestinal
*Perfusion, risk for ineffective renal
*Shock, risk for

EGO INTEGRITY
—Ability to develop and use skills and behaviors to integrate and manage life experiences
Anxiety [specify level]
Anxiety, death
Behavior, risk-prone health
Body Image, disturbed
Conflict, decisional (specify)
+Coping, defensive
Coping, ineffective
Coping, readiness for enhanced
Decision Making, readiness for enhanced
Denial, ineffective
Dignity, risk for compromised human
Distress, moral
Energy Field, disturbed
Fear
Grieving
Grieving, complicated
Grieving, risk for complicated
Hope, readiness for enhanced
Hopelessness
+Identity, disturbed personal
Post-Trauma Syndrome
Post-Trauma Syndrome, risk for
Power, readiness for enhanced
Powerlessness
Powerlessness, risk for
Rape-Trauma Syndrome
[Rape-Trauma Syndrome: compound reaction-retired 2009]
[Rape-Trauma Syndrome: silent reaction-retired 2009]
*Relationships, readiness for enhanced
Religiosity, impaired
Religiosity, ready for enhanced
Religiosity, risk for impaired
Relocation Stress Syndrome
Relocation Stress Syndrome, risk for
*Resilience, impaired individual
*Resilience, readiness for enhanced
*Resilience, risk for compromised
Self-Concept, readiness for enhanced
+Self-Esteem, chronic low
Self-Esteem, situational low
Self-Esteem, risk for situational low
Sorrow, chronic
Spiritual Distress
Spiritual Distress, risk for
Spiritual Well-Being, readiness for enhanced

ELIMINATION—Ability to excrete waste products
Bowel Incontinence
Constipation
Constipation, perceived
Constipation, risk for
Diarrhea
*Motility, dysfunctional gastrointestinal
*Motility, risk for dysfunctional gastrointestinal
Urinary Elimination, impaired
Urinary Elimination, readiness for enhanced
Urinary Incontinence, functional
Urinary Incontinence, overflow
Urinary Incontinence, reflex
Urinary Incontinence, risk for urge
Urinary Incontinence, stress
[Urinary Incontinence, total-retired 2009]
Urinary Incontinence, urge
Urinary Retention [acute/chronic]

FOOD/FLUID—Ability to maintain intake of and utilize nutrients and liquids to meet physiological needs
Breastfeeding, effective
Breastfeeding, ineffective
Breastfeeding, interrupted
Dentition, impaired
*Electrolyte Imbalance, risk for
Failure to Thrive, adult
Feeding Pattern, ineffective infant
Fluid Balance, readiness for enhanced
[Fluid Volume, deficient hyper/hypotonic]
Fluid Volume, deficient [isotonic]
Fluid Volume, excess
Fluid Volume, risk for deficient
+Fluid Volume, risk for imbalanced
Glucose, risk for unstable blood
+Liver Function, risk for impaired
Nausea
Nutrition: less than body requirements, imbalanced
Nutrition: more than body requirements, imbalanced
Nutrition: risk for more than body requirements, imbalanced
Nutrition, readiness for enhanced
Oral Mucous Membrane, impaired
Swallowing, impaired

HYGIENE—Ability to perform activities of daily living
Self-Care, readiness for enhanced
Self-Care Deficit, bathing
Self-Care Deficit, dressing
Self-Care Deficit, feeding
Self-Care Deficit, toileting
*Neglect, self

NEUROSENSORY—Ability to perceive, integrate, and respond to internal and external cues
Confusion, acute
Confusion, risk for acute
Confusion, chronic
Infant Behavior, disorganized
Infant Behavior, readiness for enhanced organized
Infant Behavior, risk for disorganized
Memory, impaired
Neglect, unilateral
Peripheral Neurovascular Dysfunction, risk for
Sensory Perception, disturbed (specify: visual, auditory, kinesthetic, gustatory, tactile, olfactory)
Stress Overload
[Thought Processes, disturbed-retired 2009]

PAIN/DISCOMFORT—Ability to control internal/external environment to maintain comfort
*Comfort, impaired
Comfort, readiness for enhanced
Pain, acute
Pain, chronic

RESPIRATION—Ability to provide and use oxygen to meet physiological needs
Airway Clearance, ineffective
Aspiration, risk for
Breathing Pattern, ineffective
Gas Exchange, impaired
Ventilation, impaired spontaneous
Ventilatory Weaning Response, dysfunctional

SAFETY—Ability to provide safe, growth-promoting environment
Allergy Response, latex
Allergy Response, risk for latex
Body Temperature, risk for imbalanced
Contamination
Contamination, risk for
Death Syndrome, risk for sudden infant
Environmental Interpretation Syndrome, impaired
Falls, risk for
Health Maintenance, ineffective
Home Maintenance, impaired
Hyperthermia
Hypothermia
Immunization Status, readiness for enhanced
Infection, risk for
Injury, risk for
Injury, risk for perioperative positioning
*Jaundice, neonatal
*Maternal/Fetal Dyad, risk for disturbed
Mobility, impaired physical
Poisoning, risk for
Protection, ineffective
Self-Mutilation
Self-Mutilation, risk for
Skin Integrity, impaired
Skin Integrity, risk for impaired
Suffocation, risk for
Suicide, risk for
Surgical Recovery, delayed
Thermoregulation, ineffective
Tissue Integrity, impaired
Trauma, risk for
*Trauma, risk for vascular
Violence, [actual/] risk for other-directed
Violence, [actual/] risk for self-directed
Wandering [specify sporadic or continual]

SEXUALITY—[Component of Ego Integrity and Social Interaction] Ability to meet requirements/characteristics of male/female role
*Childbearing Process, readiness for enhanced
Sexual Dysfunction
Sexuality Pattern, ineffective

SOCIAL INTERACTION
—Ability to establish and maintain relationships
Attachment, risk for impaired
Caregiver Role Strain
Caregiver Role Strain, risk for
Communication, impaired verbal
Communication, readiness for enhanced
Conflict, parental role
Coping, ineffective community
Coping, readiness for enhanced community
Coping, compromised family
Coping, disabled family
Coping, readiness for enhanced family
Family Processes, dysfunctional
Family Processes, interrupted
Family Processes, readiness for enhanced
Loneliness, risk for
Parenting, impaired
Parenting, readiness for enhanced
Parenting, risk for impaired
Role Performance, ineffective
Social Interaction, impaired
Social Isolation

TEACHING/LEARNING—Ability to incorporate and use information to achieve healthy lifestyle/optimal wellness
Development, risk for delayed
Growth, risk for disproportionate
Growth and Development, delayed
+Health Behavior, risk-prone
+Health Management, ineffective self
Knowledge, deficient (specify)
Knowledge (specify), readiness for enhanced
Noncompliance [Adherence, ineffective] [specify]
[Therapeutic Regimen Management, effective-retired 2009]
Therapeutic Regimen Management, ineffective
[Therapeutic Regimen Management, ineffective community-retired 2009]
Therapeutic Regimen Management, ineffective family
Therapeutic Regimen Management, readiness for enhanced

* = New diagnoses
+ = Revised diagnoses

Sumber : keperawatan.net

Apakah Setiap Demam itu berbahaya???



Sebenernya,,, demam terjadi karena merupakan mekanisme pertahanan tubuh terhadap infeksi virus ataupun bakteri…
Kenaikan suhu tubuh akan menghambat perkembangbiakan bakteri ( DNA ) ataupun replikasi virus (RNA).
Suhu tubuh manusia normalnya adalah sekitar 36-38 derajat celcius. Suhu ini dipertahankan lewat energi yang dihasilkan oleh proses metabolisme dari zat-zat makanan dari sumber karbohidrat, lemak dan protein di sel-sel tubuh khususnya di mitokondria. Energi yang dihasilkan dalam bentuk ATP sebagian diubah menjadi energi panas yang digunakan untuk mempertahankan suhu tubuh. Pusat pengatur suhu sendiri terdapat di hypothalamus, bagian dari otak. Di sinilah suhu tubuh diatur dan dipertahankan dengan pengaturan setting point suhu.

Demam dapat disebabkan oleh infeksi, maupun oleh penyebab lain seperti keganasan(neoplasma /kanker), penyakit autoimun, dan penyakit hipertiroid. Umumnya demam terjadi ketika seseorang mengalami infeksi baik oleh bakteri maupun virus. Jika, bakteri atau virus masuk ke dalam tubuh manusia, keduanya akan mengahasilkan zat-zat pyrogen (zat yang menyebabkan demam) yang akan meningkatkan setting point suhu di hypothalamus. Zat-zat pyrogen ini akan merangsang pelepasan PGE2 (prostaglandin2) yang selanjutnya akan meningkatkan setting point suhu di hypothalamus. Kenaikan setting pont ini akan menyebabkan perbedaan antara suhu setting point dengan suhu tubuh, dimana suhu setting point lebih tinggi daripada suhu tubuh. Untuk menyamakan perbedaan ini, suhu tubuh akan meningkat sehingga menyebabkan demam. Pada saat awal kenaikan panas tubuh, suhu tubuh yang lebih rendah daripada setting point menyebabkan terjadinya vasokonstriksi (penyempitan) pembuluh darah untuk mengcegah hilangnya panas dari tubuh, sementara penderita akan merasa kedinginan dan menggigil untuk meningkatkan suhu tubuh. Proses ini mengakibatkan penderita merasa kedinginan dan menggigil meskipun jika diukur, tubuhnya panas. Peristiwa ini akan berhenti apabila suhu tubuh sudah sama dengan setting point suhu di hypothalamus.
Pola demam sangat khas: Misalnya, pada infeksi salmonella typhi yang menyebabkan typhoid, akan menimbulkan pola demam yang khas, dimana saat malam hari suhu tubuh naik, sedangkan pada pagi hari suhu tubuh turun, dan berulang seperti gambaran anak tangga. Sedangkan pada demam berdarah (DHF), biasanya menggambarkan pola sadle appearance (seperti pelana kuda). Pada DHF suhu tubuh naik pada hari 1-3, dan menurun pada hari 3-5 dan naik kembali pada hari ke 6-7. Dengan mengetahui, pola demam, dokter akan dapat menentukan terapi yang tepat sesuai dengan penyebab infeksi.
Jadi.. demam merupakan suatu gejala dari mekanisme pertahanan tubuh kita. So yang harus kita lakukan adalah:
1. Beristirahat
2. kompres air hangat
3. Berikan obet penurun panas
4. Segera hubungi dokter dan waspadai kejang/step pada anak 

kumpulan askep