Urologic
Nursing
Inovasi Teknologi Keperawatan
Dalam Penilaian Kondisi Kandung Kemih
STERRY RUNTUWENE,NIM 09071137
PROGRAM
STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS
KEPERAWATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA
Abstrak
P
|
erlu dilakukan pengkajian keperawatan secara
komprehensif pada klien dengan inkontinensia urin (UI) dan pada saat pemasangan
kateter, untuk menilai apakah ada perubahan kesadaran, kemampuan fisik atau
fungsi saluran kemih. Hal ini perlu dikaji karena perubahan kondisi tersebut
sering kali terjadi pada gangguan sistem perkemihan yang bersifat sistemik.
Tujuan yang diharapkan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan melalui
pemeliharaan dan pemulihan fungsi kandung kemih.
Pengkajian meliputi evaluasi reversibel faktor –
faktor yang dapat menyebabkan UI, seperti retensi urin dan infeksi saluran
kemih (ISK). Adapun ruang lingkup artikel ini adalah untuk memperlihatkan
adanya hubungan antara penilaian yang dapat dilakukan oleh staf perawat dengan
gangguan pada kandung kemih.
Karena peralatan invasif pada saat pemasangan
kateter dapat memicu kemungkinan terjadinya ISK dan masalah disfungsi kandung
kemih lainnya, maka dibutuhkan teknologi penggunaan non-invasif terbaru yang
dapat menjamin kualitas dan evidence based practice pada praktik keperawatan klinis.
Teknologi tersebut menyediakan informasi yang sangat penting untuk pelayanan
perawatan profesional, sehingga perawat dengan mudah menilai adanya disfungsi
kandung kemih. Teknologi baru dalam hal ini adalah suatu alat USG portabel yang
disebut BladderScan®Bladder
Volume Instrument 6400 dan 3000. Dilaporkan bahwa BladderScan®Bladder Volume
Instrument berpengaruh terhadap biaya kesehatan, menurunkan komplikasi dan
meningkatkan kualitas hidup.
Latar Belakang
Sistim
perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan
eliminasi sisa – sisa hasil metabolisme tubuh. Aktivitas sistim perkemihan
dilakukan secara hati – hati untuk menjaga komposisi darah dalam batas yang
bisa diterima. Setiap adanya gangguan pada sistim tersebut akan memberikan
dampak yang merugikan. Beberapa jenis gangguan pada saluran kemih yang saling
mempengaruhi dan sering kali terjadi pada klien dengan lama perawatan baik di
pelayanan kesehatan maupun di rumah adalah inkontinensia urin, retensi urin
atau pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan infeksi saluran kemih.
Kondisi ini banyak ditemukan pada unit perawatan jangka panjang pada pelayanan
kesehatan, dan pada beberapa kasus dapat mengancap jiwa. Perawat mungkin tidak
menyadari penyebab mendasar dari disfungsi kandung kemih dan dalam banyak kasus
terutama dipengaruhi oleh faktor degeneratif. (Kelly, CE, 2004).
Di
seluruh dunia, masalah pada sistim perkemihan mencapai 45,15/100.000, dimana
insiden tertinggi pada wanita. Walaupun dapat terjadi pada semua usia, gangguan
pada sistim perkemihan umumnya terjadi pada populasi lanjut usia. Mortalitas
sebelum usia 30 tahun relatif rendah, setelah usia 30 tahun meningkat tajam.
Rasio kelamin mortalitas adalah 2,59. (Strayer, Darlene A & Tanja Schub,
2006).
Di
Indonesia, masalah penyakit sistem perkemihan yang terbanyak adalah disfungsi
kandung kemih dengan masalah klinis inkontinensia urin (UI), retensi urin (UR)
dan ISK yang masuk dalam posisi 40 peringkat utama penyebab kematian, rawat
inap dan rawat jalan pada pusat layanan kesehatan selama tahun 2004. Jumlah klien
yang keluar rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan diagnosis disfungsi
kandung kemih pada tahun 2006 sebanyak 22.165 klien, sedangkan kasus baru pada
rawat jalan sebanyak 14.053 kasus. (Ditjen Bina Yanmedik, 2008).
Disfungsi
kandung kemih (juga dikenal sebagai disfungsi berkemih) mempengaruhi sejumlah
besar wanita dan pria dan memiliki dampak yang serius pada kehidupan
sehari-hari. Insiden pada
wanita lebih tinggi dari pada pria, sekitar 2 : 1. Para petugas kesehatan dari
NYU
Associates Urologi sangat berpengalaman dalam menangani perempuan dan laki-laki
dengan kondisi ini, yang meliputi inkontinensia urin, hambatan pada saluran
kemih, infeksi saluran kemih dan kesulitan buang air kecil karena kondisi
neurologis dari kandung kemih atau cedera sumsum tulang belakang. Prevalensi
disfungsi kandung kemih dianggap sebagai salah satu indikator dari kualitas
pelayanan keperawatan. Individu dengan masalah disfungsi kandung kemih
cenderung memiliki lebih banyak gangguan fungsional yang berdampak pada penurunan
kualitas hidup. Oleh karena itu pemahaman pada kondisi ini perlunya
ditingkatkan pada praktik klinis pelayanan keperawatan. (Newman, D.K, 2005c,
Juni).
Disfungsi
kandung kemih, juga dikenal sebagai disfungsi berkemih, adalah suatu kelainan
dari pengisian atau pengosongan kandung kemih. Hal ini mungkin disebabkan oleh
aktivitas otot detrusor kandung kemih yang tidak dapat mengontrol. Gangguan
neurologis dan obat – obatan tertentu juga dapat berkontribusi untuk masalah
disfungsi kandung kemih. Pada sebagian besar individu, penurunan kontraksi
kandung kemih sering menyebabkan rasa urgensi yang mengarah ke kandung kemih
terlalu aktif yang dikenal dengan inkontinensia urin. Hal ini mengindikasikan
penggunaan kateter menetap sebagai upaya untuk mengelolah inkontinensia urin.
Namun pada beberapa kasus pemasangan kateter menetap berkontribusi pada invasi
bakteri yang bersifat patogen yang memicu timbulnya infeksi saluran kemih
(ISK). Masalah klinis lainnya adalah retensi urine, dimana terjadi
ketidakmampuan atau kegagalan untuk mengosongkan kandung kemih sepenuhnya saat
berkemih. Deteksi retensi urin ditentukan dengan mengukur volume urin PVR (Post- Voiding Residual) atau jumlah urin yang tersisa di kandung kemih dalam waktu 10 hingga
20 menit setelah berkemih. Urine yang masih tersisa tersebut menjadi salah satu
penyebab perkembangbiakan bakteri yang bersifat patogen dan dapat meningkatkan
insiden ISK. Retensi urin akut dapat mengakibatkan peningkatan tekanan tubulus,
yang menimbulkan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang progresif dan
akhirnya terjadi gangguan perfusi ginjal. Hal ini menekankan kebutuhan untuk
mengevaluasi kondisi kandung kemih. Perawat dapat melakukan evaluasi kandung
kemih dengan menggunakan teknologi terbaru yang tidak melibatkan instrumentasi
invasif. Teknologi baru dalam hal ini adalah suatu alat USG portabel yang
disebut dengan BladderScan®Bladder Volume. Penggunaan
scanner USG portabel menjadi rutin dalam perawatan primer dan pengaturan akut. Manfaatnya
termasuk pemasangan kateterisasi invasif lebih sedikit dan meningkatkan
kenyamanan serta kepuasan klien. BladderScan®Bladder Volume ditujukan untuk mendukung manajemen tepat waktu pada klien rawat inap
dan perawatan di rumah melalui berbagai transmisi fisiologis, klinik dan data
perilaku yang dievaluasi secara profesional dan merupakan umpan balik yang
dapat segera diterima sebelum terjadi komplikasi. (Woolridge, L, 2002).
Kajian Literatur
Tanpa
pemantauan yang baik, masalah disfungsi kandung kemih dapat menimbulkan
komplikasi yang serius dan biaya yang besar. BladderScan®Bladder Volume merupakan
salah satu pendekatan yang banyak digunakan untuk manajemen disfungsi kandung
kemih. Instrumen teknologi pada BladderScan®Bladder Volume menggunakan V-modus teknologi ultrasound untuk menghasilkan
gambar tiga-dimensi dari kandung kemih dan menghitung volume urin berdasarkan
gambar tersebut. Sebuah mikroprosesor dalam instrumen otomatis tersebut dapat
menghitung dan menampilkan volume kandung kemih. Perawat yang melaksanakan
praktik dengan menggunakan instrumen tersebut dapat memperoleh informasi yang
sangat penting mengenai kelainan pada kandung kemih dan merencanakan serta
mengelaborasikan rencana tindakan sesuai kebutuhan klien. USG portable telah
terbukti memiliki spesifisitas 96,5% dapat mendeteksi adanya disfungsi kandung
kemih. (Coombes, GM
& Millard, RJ, 2001).
Untuk klien dengan neurogenik bladder yang menjalani program ICP (Intermitten Catheterization Programme), dimana
terjadi penurunan rangsang untuk berkemih sehingga klien tidak dapat mengontrol
pengisian kandung kemih maka direkomendasikan menjalani program ICP. Tapi
sebelum dilakukan program tersebut, harus dideteksi volume urin dalam kandung
kemih sekian mililiter dengan bantuan USG
portable BladderScan®Bladder
Volume. Hal ini juga dapat mengganti jadual tetap dalam
penggunaan kateter menetap sebelumnya. Dan hasil dari penelitian ini
membuktikan bahwa keakuratan dan keefektivan dari alat tersebut dapat
menentukan volume kandung kemih dan mendeteksi kelainan pada kandung kemih.
(Frederickson M, 2004).
Penelitian
yang dilakukan oleh Yun Lee & Huang (2006) melaporkan bahwa mayoritas klien
pada unit perawatan bedah neuro dengan cedera kepala dan spinal mendapatkan
intervensi melalui portable bladder ultrasound untuk mencegah disfungsi kandung
kemih. Dari 174 klien, 73,2% tidak mengalami masalah disfungsi kandung kemih.
Beberapa rumah sakit di Taiwan menggunakan bladdercan
ultrasound volume untuk mengevaluasi volume urin, dan penggunaan prosedur
tersebut dapat meminimalkan insiden urinary tract infection (UTI).
Dengan monitoring dari program teknologi portable ultrasound bladder tersebut
juga dapat mengevaluasi distensi kandung kemih. (Shuei Y.S & Lewia, 2002).
Masalah disfungsi kandung kemih, dimana
menarik perhatian profesi keperawatan dan perawat harus tanggap dengan berperan
aktif dalam skrining untuk mengembangkan diagram alir dengan menggunakan
algoritma bladderscan ultrasound dalam menilai volume urin klien sehingga dapat
mengurangi kateterisasi dan insiden ISK. Bladderscan ultrasound volume
adalah suatu alat untuk memonitor kondisi kandung kemih tanpa menginvasi
kandung kemih tersebut, serta dapat menjadi sarana dalam mekanisme efektif
mencegah gangguan sistim perkemihan. (Wagner, M. etc, 2003).
Pada
penelitian yang dilakukan oleh O’Donnell JA., Kathryn & Liisa (2005), pada
klien yang mengalami disfungsi kandung kemih di panti jompo Amerika Serikat
melaporkan bahwa kelompok intervensi selain mendapatkan sistem pelayanan rutin
juga menerima informasi pengenalan mengenai bladderscan ultrasound volume melalui
sebuah video. Dengan analisis of varians tidak ditemukan adanya
perbedaan status fungsional, kualitas hidup dan kepuasan pasien. Hasil uji
regresi logistik multinominal menunjukkan bahwa kelompok kontrol membutuhkan
perawatan lanjutan dan lebih memungkinkan untuk dirawat di rumah sakit dengan
pengontrolan kandung kemih. Penelitian ini memiliki efek positif terhadap clinical
outcomes, dan sangat bermanfaat
bagi pasien, penyedia layanan kesehatan di rumah dan pelayanan kesehatan.
Wiben
(2004), menggunakan portable bladderscan ultrasound untuk menilai volume PVR
urine, dan profesional perawatan kesehatan dihimbau untuk segera menyadari
kemungkinan data yang tidak akurat dari penilaian PVR secara manual. Setiap
perbedaan atau ketidaksesuaian antara hasil penilaian kandung kemih secara
manual dengan penggunaan portable bladderscan ultrasound harus diwaspadai oleh
perawat untuk
mencari patologi fibrosis dan panggul, yang dapat menimbulkan peningkatan
volume PVR.
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elaine & Knapsan
pada tahun 2003, prosedural penilaian kandung kemih secara manual sangat tidak
spesifik bahkan mengarah ke kesalahan penarikan diagnosa sementara. Berbagai
upaya dilakukan seiring perkembangan teknologi dalam unit keperawatan sistim
perkemihan dan bisa meningkatkan kepuasan klien dan perawat kesehatan
masyarakat. Kepuasan perawat akan meningkat bila perawat telah memperoleh
sosialisasi, pelatihan dan kemampuan dalam penggunaan sistim teknologi portable
bladderscan. Teknologi informasi seperti electrical portable bladderscan ultrasound pada
aspek inti perawatan memiliki potensi dan peluang dalam menyediakan informasi
bagi para tenaga kesehatan tentang aktivitas perawatan dan terapi klien dengan
disfungsi kandung kemih sehari -hari melalui pendeteksian data mengenai kondisi
kandung kemih.
Kesimpulan dan
Rekomendasi
Perawat
dapat melakukan pengkajian secara maksimal dalam mengamati dan menilai pola
berkemih klien. Sehingga berdasarkan hasil penggunaan bladderscan maka perawat
dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam revisi program sesuai
kebutuhan klien untuk mengatasi masalah disfungsi kandung kemih. Dalam memahami
hasil portable bladderscan volume diperlukan keterampilan khusus pada bagian
dari teknologi tersebut sehingga dapat menentukan perencanaan tindakan
berikutnya utamanya dalam menghindari tindakan kateterisasi dan meminimalkan
kejadian ISK. .
Dengan mengadopsi teknologi ini dalam perawatan
jangka panjang pada unit rawat inap maupun rawat jalan akan meningkatkan
efektivitas proses keperawatan dan tingkat kepuasan serta kemandirian klien
akan meningkat. Dampak positif dari penggunaan teknologi ini akan menurunkan biaya kesehatan,
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban ekonomi secara khusus pada klien
disfungsi kandung kemih dan secara umum pada gangguan sistim perkemihan. Penggunaan teknologi ini, bisa terealisasi
dengan persiapan keterampilan teknis dan dukungan dari pemerintah dan
organisasi terkait yang menjadikan alat ini sebagai inovasi dalam penilaian
kondisi kandung kemih. Selain itu, perawat sebagai pengguna harus dilibatkan
pada tahap awal rancangan teknologi. Dengan demikian sosialisasi pengenalan dan
pelatihan portable bladderscan ultrasound dapat dijadikan dasar perkembangan
kemampuan perawat dalam menilai kondisi kandung kemih.
KEPUSTAKAAN
Frederickson M, (2004). The Implementation of Bedside Bladder Ultrasound Technology : Effects on
Patien Neurogenic Bladder Outcomes in Tertiary Care. Orthopaedic Nursing, 19 (3),
79 – 84.
Kelly CE, (2004). Evaluation of voiding dysfunction and measurement of bladder volume. Rev. Urol; 6 (Suppl 1) :
S163 -165.
Suseno, Untung, dkk. (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2006. Jakarta : Departemen Kesehatan R. I.
Woolridge, L, (2002). A Bladder Scan Trial in Rehabilitation Nursing. Medsurg Nursing, 6(5), 304.
Coombes, GM & Millard, RJ,
(2001). The Accuracy of Portable
Ultrasound Scanning in the Measurementof Residual Urine Volume. Journal of Urology, 152, 2083-2085.
Yun Lee & Huang, (2006). The Effectiveness of Implementing a Bladder
Ultrasound Programme in Neurosurgical Units. Journal Compilation.
Blackwell Publishing, Ltd.
Shuei Y.S
& Lewia, (2002). Cost-effectiveness Analysis of
Portable BladderScan for Measuring Urine Volume. Formosan
Journal of Nursing 100, 256-260.
Wagner, M, etc. (2003). Exploring the Research Base and Outcome Measures for Portable BladderScan
Ultrasound Technology. Medsurg Nursing, 8(20), 213-214.
Strayer, Darlene A & Tanja Schub, (2006). Clinical
Practice Guideline : Urinary Disfunction. Columbia, MD: Author.
(Newman, D.K, 2005c, Juni). Urinary Tract Infections in
Long-Term Care Facilities. Infection Control and Hospital Epidemiology,
22(3), 154-156.
O’Donnell JA., Kathryn & Liisa, (2005). Use
of a Portable BladderScan Ultrasound Device to Measure Post-Void Residual
Volume Among Incontinent Nursing Residents. Journal of the American
Geriatrics Society, 42, 1189-1191.
Wiben, HA. (2004). Clinical Utility of a Portable Ultrasound
Device in Intermittent Catheterization. Archives of Physical &
Rehabilitation, 19(2), 134-137.
Elaine & Knapsan
(2003). Ultrasound Bladder Scanner
Present Falsely Elevated Postvoid Residual Volumes. St. Louis : Mosby.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar