Minggu, 11 Maret 2012

Inovasi Teknologi Keperawatan Dalam Penilaian Kondisi Kandung Kemih


                                                                                                                                  Urologic Nursing
Inovasi  Teknologi  Keperawatan
Dalam Penilaian Kondisi Kandung Kemih


STERRY RUNTUWENE,NIM 09071137

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
FAKULTAS KEPERAWATAN UNIVERSITAS PEMBANGUNAN INDONESIA

 


Abstrak

P
erlu dilakukan pengkajian keperawatan secara komprehensif pada klien dengan inkontinensia urin (UI) dan pada saat pemasangan kateter, untuk menilai apakah ada perubahan kesadaran, kemampuan fisik atau fungsi saluran kemih. Hal ini perlu dikaji karena perubahan kondisi tersebut sering kali terjadi pada gangguan sistem perkemihan yang bersifat sistemik. Tujuan yang diharapkan adalah untuk meningkatkan kualitas perawatan melalui pemeliharaan dan pemulihan fungsi kandung kemih.
Pengkajian meliputi evaluasi reversibel faktor – faktor yang dapat menyebabkan UI, seperti retensi urin dan infeksi saluran kemih (ISK). Adapun ruang lingkup artikel ini adalah untuk memperlihatkan adanya hubungan antara penilaian yang dapat dilakukan oleh staf perawat dengan gangguan pada kandung kemih.         
Karena peralatan invasif pada saat pemasangan kateter dapat memicu kemungkinan terjadinya ISK dan masalah disfungsi kandung kemih lainnya, maka dibutuhkan teknologi penggunaan non-invasif terbaru yang dapat menjamin kualitas dan evidence based practice pada praktik keperawatan klinis. Teknologi tersebut menyediakan informasi yang sangat penting untuk pelayanan perawatan profesional, sehingga perawat dengan mudah menilai adanya disfungsi kandung kemih. Teknologi baru dalam hal ini adalah suatu alat USG portabel yang disebut BladderScan®Bladder Volume Instrument 6400 dan 3000. Dilaporkan bahwa BladderScan®Bladder Volume Instrument berpengaruh terhadap biaya kesehatan, menurunkan komplikasi dan meningkatkan kualitas hidup.



       
Latar Belakang 
Text Box:  Sistim perkemihan merupakan organ vital dalam melakukan ekskresi dan melakukan eliminasi sisa – sisa hasil metabolisme tubuh. Aktivitas sistim perkemihan dilakukan secara hati – hati untuk menjaga komposisi darah dalam batas yang bisa diterima. Setiap adanya gangguan pada sistim tersebut akan memberikan dampak yang merugikan. Beberapa jenis gangguan pada saluran kemih yang saling mempengaruhi dan sering kali terjadi pada klien dengan lama perawatan baik di pelayanan kesehatan maupun di rumah adalah inkontinensia urin, retensi urin atau pengosongan kandung kemih yang tidak sempurna dan infeksi saluran kemih. Kondisi ini banyak ditemukan pada unit perawatan jangka panjang pada pelayanan kesehatan, dan pada beberapa kasus dapat mengancap jiwa. Perawat mungkin tidak menyadari penyebab mendasar dari disfungsi kandung kemih dan dalam banyak kasus terutama dipengaruhi oleh faktor degeneratif. (Kelly, CE, 2004).

Di seluruh dunia, masalah pada sistim perkemihan mencapai 45,15/100.000, dimana insiden tertinggi pada wanita. Walaupun dapat terjadi pada semua usia, gangguan pada sistim perkemihan umumnya terjadi pada populasi lanjut usia. Mortalitas sebelum usia 30 tahun relatif rendah, setelah usia 30 tahun meningkat tajam. Rasio kelamin mortalitas adalah 2,59. (Strayer, Darlene A & Tanja Schub, 2006).

Di Indonesia, masalah penyakit sistem perkemihan yang terbanyak adalah disfungsi kandung kemih dengan masalah klinis inkontinensia urin (UI), retensi urin (UR) dan ISK yang masuk dalam posisi 40 peringkat utama penyebab kematian, rawat inap dan rawat jalan pada pusat layanan kesehatan selama tahun 2004. Jumlah klien yang keluar rawat inap di rumah sakit di Indonesia dengan diagnosis disfungsi kandung kemih pada tahun 2006 sebanyak 22.165 klien, sedangkan kasus baru pada rawat jalan sebanyak 14.053 kasus. (Ditjen Bina Yanmedik, 2008).

Disfungsi kandung kemih (juga dikenal sebagai disfungsi berkemih) mempengaruhi sejumlah besar wanita dan pria dan memiliki dampak yang serius pada kehidupan sehari-hari. Insiden pada wanita lebih tinggi dari pada pria, sekitar 2 : 1. Para petugas kesehatan dari
NYU Associates Urologi sangat berpengalaman dalam menangani perempuan dan laki-laki dengan kondisi ini, yang meliputi inkontinensia urin, hambatan pada saluran kemih, infeksi saluran kemih dan kesulitan buang air kecil karena kondisi neurologis dari kandung kemih atau cedera sumsum tulang belakang. Prevalensi disfungsi kandung kemih dianggap sebagai salah satu indikator dari kualitas pelayanan keperawatan. Individu dengan masalah disfungsi kandung kemih cenderung memiliki lebih banyak gangguan fungsional yang berdampak pada penurunan kualitas hidup. Oleh karena itu pemahaman pada kondisi ini perlunya ditingkatkan pada praktik klinis pelayanan keperawatan. (Newman, D.K, 2005c, Juni).

Disfungsi kandung kemih, juga dikenal sebagai disfungsi berkemih, adalah suatu kelainan dari pengisian atau pengosongan kandung kemih. Hal ini mungkin disebabkan oleh aktivitas otot detrusor kandung kemih yang tidak dapat mengontrol. Gangguan neurologis dan obat – obatan tertentu juga dapat berkontribusi untuk masalah disfungsi kandung kemih. Pada sebagian besar individu, penurunan kontraksi kandung kemih sering menyebabkan rasa urgensi yang mengarah ke kandung kemih terlalu aktif yang dikenal dengan inkontinensia urin. Hal ini mengindikasikan penggunaan kateter menetap sebagai upaya untuk mengelolah inkontinensia urin. Namun pada beberapa kasus pemasangan kateter menetap berkontribusi pada invasi bakteri yang bersifat patogen yang memicu timbulnya infeksi saluran kemih (ISK). Masalah klinis lainnya adalah retensi urine, dimana terjadi ketidakmampuan atau kegagalan untuk mengosongkan kandung kemih sepenuhnya saat berkemih. Deteksi retensi urin ditentukan dengan mengukur volume urin PVR (Post- Voiding Residual) atau jumlah urin yang tersisa di kandung kemih dalam waktu 10 hingga 20 menit setelah berkemih. Urine yang masih tersisa tersebut menjadi salah satu penyebab perkembangbiakan bakteri yang bersifat patogen dan dapat meningkatkan insiden ISK. Retensi urin akut dapat mengakibatkan peningkatan tekanan tubulus, yang menimbulkan penurunan laju filtrasi glomerulus (GFR) yang progresif dan akhirnya terjadi gangguan perfusi ginjal. Hal ini menekankan kebutuhan untuk mengevaluasi kondisi kandung kemih. Perawat dapat melakukan evaluasi kandung kemih dengan menggunakan teknologi terbaru yang tidak melibatkan instrumentasi invasif. Teknologi baru dalam hal ini adalah suatu alat USG portabel yang disebut dengan BladderScan®Bladder Volume. Penggunaan scanner USG portabel menjadi rutin dalam perawatan primer dan pengaturan akut. Manfaatnya termasuk pemasangan kateterisasi invasif lebih sedikit dan meningkatkan kenyamanan serta kepuasan klien. BladderScan®Bladder Volume ditujukan untuk mendukung manajemen tepat waktu pada klien rawat inap dan perawatan di rumah melalui berbagai transmisi fisiologis, klinik dan data perilaku yang dievaluasi secara profesional dan merupakan umpan balik yang dapat segera diterima sebelum terjadi komplikasi. (Woolridge, L, 2002).        

Kajian Literatur
Tanpa pemantauan yang baik, masalah disfungsi kandung kemih dapat menimbulkan komplikasi yang serius dan biaya yang besar. BladderScan®Bladder Volume merupakan salah satu pendekatan yang banyak digunakan untuk manajemen disfungsi kandung kemih.  Instrumen teknologi pada BladderScan®Bladder Volume menggunakan V-modus teknologi ultrasound untuk menghasilkan gambar tiga-dimensi dari kandung kemih dan menghitung volume urin berdasarkan gambar tersebut. Sebuah mikroprosesor dalam instrumen otomatis tersebut dapat menghitung dan menampilkan volume kandung kemih. Perawat yang melaksanakan praktik dengan menggunakan instrumen tersebut dapat memperoleh informasi yang sangat penting mengenai kelainan pada kandung kemih dan merencanakan serta mengelaborasikan rencana tindakan sesuai kebutuhan klien. USG portable telah terbukti memiliki spesifisitas 96,5% dapat mendeteksi adanya disfungsi kandung kemih. (Coombes, GM & Millard, RJ, 2001).


Untuk klien dengan neurogenik bladder yang menjalani program ICP (Intermitten Catheterization Programme), dimana terjadi penurunan rangsang untuk berkemih sehingga klien tidak dapat mengontrol pengisian kandung kemih maka direkomendasikan menjalani program ICP. Tapi sebelum dilakukan program tersebut, harus dideteksi volume urin dalam kandung kemih sekian mililiter dengan bantuan USG portable  BladderScan®Bladder Volume. Hal ini juga dapat mengganti jadual tetap dalam penggunaan kateter menetap sebelumnya. Dan hasil dari penelitian ini membuktikan bahwa keakuratan dan keefektivan dari alat tersebut dapat menentukan volume kandung kemih dan mendeteksi kelainan pada kandung kemih. (Frederickson M, 2004).

Penelitian yang dilakukan oleh Yun Lee & Huang (2006) melaporkan bahwa mayoritas klien pada unit perawatan bedah neuro dengan cedera kepala dan spinal mendapatkan intervensi melalui portable bladder ultrasound untuk mencegah disfungsi kandung kemih. Dari 174 klien, 73,2% tidak mengalami masalah disfungsi kandung kemih.
Beberapa rumah sakit di Taiwan menggunakan bladdercan ultrasound volume untuk mengevaluasi volume urin, dan penggunaan prosedur tersebut dapat meminimalkan insiden urinary tract infection (UTI). Dengan monitoring dari program teknologi portable ultrasound bladder tersebut juga dapat mengevaluasi distensi kandung kemih. (Shuei Y.S & Lewia, 2002).

Masalah disfungsi kandung kemih, dimana menarik perhatian profesi keperawatan dan perawat harus tanggap dengan berperan aktif dalam skrining untuk mengembangkan diagram alir dengan menggunakan algoritma bladderscan ultrasound dalam menilai volume urin klien sehingga dapat mengurangi kateterisasi dan insiden ISK. Bladderscan ultrasound volume adalah suatu alat untuk memonitor kondisi kandung kemih tanpa menginvasi kandung kemih tersebut, serta dapat menjadi sarana dalam mekanisme efektif mencegah gangguan sistim perkemihan. (Wagner, M. etc, 2003).  

Pada penelitian yang dilakukan oleh O’Donnell JA., Kathryn & Liisa (2005), pada klien yang mengalami disfungsi kandung kemih di panti jompo Amerika Serikat melaporkan bahwa kelompok intervensi selain mendapatkan sistem pelayanan rutin juga menerima informasi pengenalan mengenai bladderscan ultrasound volume melalui sebuah video. Dengan analisis of varians tidak ditemukan adanya perbedaan status fungsional, kualitas hidup dan kepuasan pasien. Hasil uji regresi logistik multinominal menunjukkan bahwa kelompok kontrol membutuhkan perawatan lanjutan dan lebih memungkinkan untuk dirawat di rumah sakit dengan pengontrolan kandung kemih. Penelitian ini memiliki efek positif terhadap clinical outcomes, dan sangat bermanfaat bagi pasien, penyedia layanan kesehatan di rumah dan pelayanan kesehatan.

Wiben (2004), menggunakan portable bladderscan ultrasound untuk menilai volume PVR urine, dan profesional perawatan kesehatan dihimbau untuk segera menyadari kemungkinan data yang tidak akurat dari penilaian PVR secara manual. Setiap perbedaan atau ketidaksesuaian antara hasil penilaian kandung kemih secara manual dengan penggunaan portable bladderscan ultrasound harus diwaspadai oleh perawat untuk mencari patologi fibrosis dan panggul, yang dapat menimbulkan peningkatan volume PVR.  



Menurut penelitian yang dilakukan oleh Elaine & Knapsan pada tahun 2003, prosedural penilaian kandung kemih secara manual sangat tidak spesifik bahkan mengarah ke kesalahan penarikan diagnosa sementara. Berbagai upaya dilakukan seiring perkembangan teknologi dalam unit keperawatan sistim perkemihan dan bisa meningkatkan kepuasan klien dan perawat kesehatan masyarakat. Kepuasan perawat akan meningkat bila perawat telah memperoleh sosialisasi, pelatihan dan kemampuan dalam penggunaan sistim teknologi portable bladderscan. Teknologi informasi seperti electrical portable bladderscan ultrasound pada aspek inti perawatan memiliki potensi dan peluang dalam menyediakan informasi bagi para tenaga kesehatan tentang aktivitas perawatan dan terapi klien dengan disfungsi kandung kemih sehari -hari melalui pendeteksian data mengenai kondisi kandung kemih.


Kesimpulan dan Rekomendasi
Perawat dapat melakukan pengkajian secara maksimal dalam mengamati dan menilai pola berkemih klien. Sehingga berdasarkan hasil penggunaan bladderscan maka perawat dapat berkolaborasi dengan tim kesehatan lainnya dalam revisi program sesuai kebutuhan klien untuk mengatasi masalah disfungsi kandung kemih. Dalam memahami hasil portable bladderscan volume diperlukan keterampilan khusus pada bagian dari teknologi tersebut sehingga dapat menentukan perencanaan tindakan berikutnya utamanya dalam menghindari tindakan kateterisasi dan meminimalkan kejadian ISK. . 
Dengan mengadopsi teknologi ini dalam perawatan jangka panjang pada unit rawat inap maupun rawat jalan akan meningkatkan efektivitas proses keperawatan dan tingkat kepuasan serta kemandirian klien akan meningkat. Dampak positif dari penggunaan teknologi ini akan menurunkan biaya kesehatan, meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi beban ekonomi secara khusus pada klien disfungsi kandung kemih dan secara umum pada gangguan sistim perkemihan.  Penggunaan teknologi ini, bisa terealisasi dengan persiapan keterampilan teknis dan dukungan dari pemerintah dan organisasi terkait yang menjadikan alat ini sebagai inovasi dalam penilaian kondisi kandung kemih. Selain itu, perawat sebagai pengguna harus dilibatkan pada tahap awal rancangan teknologi. Dengan demikian sosialisasi pengenalan dan pelatihan portable bladderscan ultrasound dapat dijadikan dasar perkembangan kemampuan perawat dalam menilai kondisi kandung kemih. 



KEPUSTAKAAN

Frederickson M, (2004). The Implementation of Bedside Bladder Ultrasound Technology : Effects on Patien Neurogenic Bladder Outcomes in Tertiary Care. Orthopaedic Nursing, 19 (3), 79 – 84.

Kelly CE, (2004). Evaluation of voiding dysfunction and measurement of bladder volume. Rev. Urol; 6 (Suppl 1) : S163 -165.

Suseno, Untung, dkk. (2008). Profil Kesehatan Indonesia 2006. Jakarta : Departemen Kesehatan R. I.

Woolridge, L, (2002). A Bladder Scan Trial in Rehabilitation Nursing. Medsurg Nursing, 6(5), 304.

Coombes, GM & Millard, RJ, (2001). The Accuracy of Portable Ultrasound Scanning in the Measurementof Residual Urine Volume. Journal of Urology, 152, 2083-2085.

Yun Lee & Huang, (2006). The Effectiveness of Implementing a Bladder Ultrasound Programme in Neurosurgical Units. Journal Compilation. Blackwell Publishing, Ltd.

Shuei Y.S & Lewia, (2002). Cost-effectiveness Analysis of Portable BladderScan for Measuring Urine Volume. Formosan Journal of Nursing 100, 256-260.

Wagner, M, etc. (2003). Exploring the Research Base and Outcome Measures for Portable BladderScan Ultrasound Technology. Medsurg Nursing, 8(20), 213-214.

Strayer, Darlene A & Tanja Schub, (2006). Clinical Practice Guideline : Urinary Disfunction. Columbia, MD: Author.  

(Newman, D.K, 2005c, Juni). Urinary Tract Infections in Long-Term Care Facilities. Infection Control and Hospital Epidemiology, 22(3), 154-156.

O’Donnell JA., Kathryn & Liisa, (2005). Use of a Portable BladderScan Ultrasound Device to Measure Post-Void Residual Volume Among Incontinent Nursing Residents. Journal of the American Geriatrics Society, 42, 1189-1191.

Wiben, HA. (2004). Clinical Utility of a Portable Ultrasound Device in Intermittent Catheterization. Archives of Physical & Rehabilitation, 19(2), 134-137.

Elaine & Knapsan (2003). Ultrasound Bladder Scanner Present Falsely Elevated Postvoid Residual Volumes. St. Louis : Mosby.







Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kumpulan askep