Minggu, 11 Maret 2012

“FACTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MENINGKATNYA PENYAKIT CHIKUNGUNYA DAN FACTOR PENYEBAB PENYAKIT”.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis penjatkan kehadirat TUHAN yang MAHA  KUASA, yang atas rahmat-Nya maka penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah yang berjudul “FACTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MENINGKATNYA PENYAKIT CHIKUNGUNYA DAN FACTOR PENYEBAB PENYAKIT”.
Penulisan makalah adalah merupakan salah satu tugas dan persyaratan untuk menyelesaikan tugas semester VI mata kuliah keperawatan Komunitas III Di Fakultas keperawatan Universitas pembangunan Indonesia.
 Dalam Penulisan makalah ini penulis merasa masih banyak kekurangan-kekurangan baik pada teknis penulisan maupun materi, mengingat akan kemampuan yang dimiliki penulis. Untuk itu kritik dan saran dari semua pihak sangat penulis harapkan demi penyempurnaan pembuatan makalah ini.
Dalam penulisan makalah ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih yang tak terhingga kepada pihak-pihak yang membantu dalam menyelesaikan penelitian ini, khususnya kepada :
  1. Bapak Ketua  yayasan serta segenap jajarannya yang telah memberikan kemudahan-kemudahan baik berupa moril maupun materiil selama mengikuti perkuliahan di fakultas keperawatan Universitas Pembangunan Indonesia MANADO
  2. Dosen-Dosen mata Kuliah Keperawatan Komunitas III
  3. Bapak Stevanus Timah S,sos Skm,M,kes selaku Dosen Mata Kuliah yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pkiran dalam pelaksanaan bimbingan, pengarahan, dorongan dalam rangka penyelesaian penyusunan makalah ini
  4. Rekan-rekan semua di Kelas A 4 Minsel Fakultas keperawatan Universitas pembangunan Indonesia Manado
  5. Secara khusus penulis menyampaikan terima kasih kepada keluarga tercinta yang telah memberikan dorongan dan bantuan serta pengertian yang besar kepada penulis, baik selama mengikuti perkuliahan maupun dalam menyelesaikan makalah ini
  6. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu, yang telah memberikan bantuan dalam penulisan makalah ini.
Akhirnya penulis berharap semoga TUHAN  memberikan imbalan yang setimpal pada mereka yang telah memberikan bantuan, dan dapat menjadikan semua bantuan ini sebagai ibadah,  SYALOM.








Daftar isi
Kata pengantar                                                                                    1
Daftar Isi                                                                                             3
Bab I    Pendahuluan                                                                           
            1.1Latar belakang                                                                     5
            1.2 Prioritas masalah                                                                8
            1.3 Rumusan masalah
            1.4 Tujuan Penulisan  
            1.5 Manfaat Penulisan                                                              9
Bab II Tinjauan Pustaka
            2.1 Definisi
            2.2 Etiologi
            2.3 Masa Inkubasi                                                                    10
            2.4 Tanda dan Gejala
            2.5 Pemeriksaan Laboratorium                                               12
            2.6 Terapi                                                                                15
            2.7 Prognosis                                                             
            2.8 Komplikasi
            2.9 Diagnosa banding                                                               16
            2.10 Pencegahan                                                                       17
Bab III  Metode Penelitian
            3.1  Jenis penelitian
            3.2  Waktu Dan tempat penelitian
            3.3  Subjek Penelitian
            3.4Variabel penelitian                                                             21
            3.5  Penyusunan data penelitian                                              22
            2.6  Alat bantu dan Bahan Penelitian                          

Bab IV  Hasil dan Pembahasan                                                
            4.1 Hasil                                                                                   23
            4.2 Pembahasan                                                                       25

Bab V Kesimpulan Dan Saran                                                             26
Daftar Pustaka                                                                                    27                   





BAB I

1.1.           Latar Belakang
Di negara berkembang seperti Indonesia, angka kematian penyakit menular cukup tinggi dan prevalensinya terus meningkat karena banyak dipengaruhi faktor lingkungan dan perilaku hidup masyarakat. Terlebih lagi dengan sosial ekonomi yang memburuk sehingga kejadian kasus penyakit menular memerlukan penanganan yang lebih serius, profesional dan bermutu.
Indonesia juga menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan atau yang dikenal dengan Double Burden. Dewasa ini Indonesia masih dihadapkan dengan meningkatnya beberapa penyakit menular (Re-Emerging Diseases), sementara penyakit tidak menular atau penyakit degeneratif terus meningkat. Di samping itu telah muncul lagi berbagai penyakit baru (New-Emerging Diseases). Salah satu masalah yang menjadi perhatian dan tercantum dalam PERPRES No. 7 Tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2004-2009 adalah perkembangan re-emerging diseases seperti Chikungunya yang mana jumlah kasusnya cenderung meningkat serta penyebarannya semakin luas.
Untuk itu perlu dilakukan upaya pemeliharaan kesehatan guna untuk memelihara dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,ataupun individu. Upaya pemeliharaan kesehatan adalah setiap kegiatan untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan yang dilakukan oleh inidividu, kelompok masyarakat, lembaga pemerintahan, atau swadaya masyarakat. Upaya untuk mewujudkan tujuan tersebut dilihat dari empat aspek , yaitu upaya pemeliharaan kesehatan yang meliputi, upaya kuratif ( pengobatan ), dan rehabilitatif ( pemulihan kesehatan setelah sembuh dari sakit ), dan upaya peningkatan kesehatan berupa upaya preventif ( pencegahan penyakit ), dan upaya promotif ( peningkatan kesehatan itu sendiri ).
Penyakit Chikungunya adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus Chikungunya yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus. Di Indonesia, infeksi virus Chikungunya telah ada sejak abad ke-18. Saat itu infeksi virus ini menimbulkan penyakit yang dikenal sebagai penyakit demam 5 hari (vifdaagse koorts) yang kadangkala disebut juga sebagai demam sendi (knokkel koorts).
Proses terjadinya penularan Chikungunya di suatu daerah meliputi tiga faktor utama yakni adanya manusia, virus dan vektor perantara. Nyamuk vektor Chikungunya biasa menggigit pada pagi dan sore hari serta menyukai tempat yang agak gelap. Setelah menggigit, nyamuk ini akan menggigit orang lain dan kemudian menulari orang selanjutnya. Untuk itu harus dilakukan upaya pencegahan sesegera mungkin agar penularan dan angka kejadian penyakit ini tidak meningkat.
Upaya pencegahan dititikberatkan pada pemberantasan sarang nyamuk penular dengan membasmi jentik nyamuk penular di tempat perindukannya. Selanjutnya penderita sebaiknya diisolasi dari gigitan nyamuk sehingga dapat mencegah penularan pada orang lain. Setiap orang dapat mencegah gigitan nyamuk penular chikungunya tersebut dengan repelan, memakai kelambu saat tidur, menyalakan obat nyamuk bakar, atau menyemprot sarang nyamuk penular chikungunya. Jika penyakit ini tidak segera ditanggulangi dan tidak dilakukan upaya pencegahan maka akan berakibat buruk bagi penderita, keluarga, ataupun kelompok masyarakat di suatu daerah tersebut. Penyakit ini bisa menyebabkan penderitaan yang berkepanjangan tergantung stamina tubuh penderita. Jika stamina menurun, maka rasa ngilu pada persendian akan sering muncul dan kemungkinan akan muncul infeksi lain. Selain itu, beberapa faktor penyebab timbulnya Kejadian Luar Biasa (KLB) Chikungunya adalah perpindahan penduduk dari daerah terinfeksi, sistem pengelolaan limbah dengan penyediaan air bersih yang tidak memadai, serta berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk (sanitasi lingkungan yang buruk).
Di Indonesia, Kejadian Luar Biasa (KLB) penyakit Chikungunya pertama kali dilaporkan pada tahun 1973 yang terjadi di Samarinda Provinsi Kalimantan Timur dan di DKI Jakarta. Tahun 1982 di Kuala Tungkal Provinsi Jambi dan tahun 1983 di Daerah Istimewa Yogyakarta. KLB Chikungunya mulai banyak dilaporkan sejak tahun 1999 yaitu di Muara Enim (1999), Aceh (2000), Jawa Barat yakni Bogor, Bekasi, dan Depok (2001) yang menyerang secara bersamaan pada penduduk di satu kesatuan wilayah (RW/Desa). Pada tahun 2002 banyak daerah melaporkan terjadinya KLB Chikungunya seperti Palembang, Semarang, Indramayu, Manado, DKI Jakarta, Banten, Jawa Timur dan lain-lain. Pada tahun 2003 KLB Chikungunya terjadi lagi di beberapa wilayah di pulau Jawa, NTB, dan Kalimantan Tengah. Kemudian tahun 2006 dan 2007 terjadi KLB di Provinsi Jawa Barat dan Sumatera Selatan.
Berbagai upaya telah dilakukan oleh petugas kesehatan untuk mencegah dan memberantas penyakit Chikungunya meliputi penyuluhan dan fogging, namun belum memberi hasil yang memuaskan. Hal ini karena masih ada faktor internal dan eksternal yang mempengaruhi dalam melakukan pencegahan dan pemberantasan penyakit menular terutama Chikungunya.
Puskesmas tumpaan baru yang berada di kabupatea minahasa selatan menjadi salah satu lini pertama pejuang kesehatan di masyarakat. Puskesmas tersebut sudah melaksanakan program The Basic Six dengan cukup baik yang menjadi salah satu program dasar sebagai sebuah rumah sakit. Balai Pengobatan Umum (BPU) sebagai salah satu program kerjanya telah memberikan pelayanan kesehatan kuratif bagi masyarakat yang datang untuk berobat.
Sasaran kesehatan wilayah kerja Puskesmas tumpaan  (Mengacu pada Indikator Indonesia Sehat 2010 dan SPM) diantaranya yaitu:
1.         Derajat Kesehatan
2.         Keadaan Lingkungan
3.         Perilaku Hidup Bersih dan Sehat
4.         Pelayanan Kesehatan
5.         Perbaikan Gizi Masyarakat


B.           Matriks Penetapan Prioritas Masalah
Di Puskesmas tumpaan baru mempunyai daftar 10 besar penyakit atau keluhan pasien berkunjung ke puskesmas selama tahun 2011. Kesepuluh besar penyakit tersebut dapat dilihat pada tabel 1.
Tabel 1. Daftar 10 besar penyakit di Puskesmas tumpaan baru tahun 2011
No
Penyakit
Kasus
1
Influenza
591
2
Febris
284
3
Vulnus
198
4
Jamur
174
5
Diare dan Gastroenteritis
158
6
Rematixme
140
7
Diabetes Melitus
129
8
Rhinitis
126
9
Gastritis
117
10
Asma
102

Dari kesepuluh penyakit tersebut, peneliti mengambil secara acak 3 penyakit untuk dijadikan dasar prioritas masalah. Penyakit tersebut adalah ISPA, Diabetes Mellitus, dan Chikungunya. Matrik penetapan prioritas masalah dapat dilihat pada tabel 2 dibawah ini.
Tabel 2. Matrik Penetapan Prioritas Masalah
No
Penyakit
Importancy
T
R
Jumlah
P
S
RI
DU
SB
PE
PC
1
Chikungunya
3
2
3
2
3
4
3
1
3
3888
2
ISPA
2
2
2
2
2
2
1
3
2
384
3
DM
2
3
2
2
1
3
2
2
1
288
Melihat data diatas Chikungunya merupakan kejadian luar biasa di dusun Jaranan sehingga meresahkan masyarakat yang melaporkan kejadian tersebut ke puskesmas tumpaan. Walaupun frekuensi masyarakat yang berobat ke BPU puskesmas karena Chikungunya lebih rendah daripada karena ISPA, namun berdasarkan matrik penetapan prioritas masalah, Chikungunya mempunyai nilai lebih tinggi daripada ISPA. Hal ini dikarenakan adanya faktor importance dan sumber daya yang tersedia untuk chikungunya lebih tinggi daripada untuk ISPA.
Penelitian ini akan mengetahui bagaimana tingkat faktor predisposition dari unsur Host dalam menyebabkan penyakit chikungunya. Faktor yang akan diambil adalah tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku (PSP) masyarakat dalam memandang suatu penyakit chikungunya.
C.           Rumusan Masalah
Dari latar belakang diatas maka dapat dibuat suatu rumusan masalah yaitu bagaimana tingkat pengetahuan, sikap, perilaku dan lingkungan masyarakat desa tumpaan baru tentang penyakit Chikungunya.
D.          Tujuan Penulisan
Tujuan yang akan dicapai dalam penulisan ini adalah untuk mengetahui tingkat pengetahuan, sikap, perilaku dan lingkungan masyarakat desa tumpaan baru tentang penyakit chikungunya.
E.           Manfaat penulisan
a.       Manfaat untuk Puskesmas
Sebagai sarana kerjasama yang saling menguntungkan untuk dapat meningkatkan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat dan mendapatkan umpan balik dari hasil evaluasi koasisten dalam rangka mengoptimalkan peran puskesmas.
b.      Manfaat untuk mahasiwa
Sebagai sarana ketrampilan dan pengalaman dalam upaya pelayanan kesehatan masyarakat dengan menerapkan prinsip-prinsip kedokteran masyarakat.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1   Definisi.
Chikungunya berasal dari bahasa suku Swahili yang berarti (posisi tubuh) meliuk atau melengkung, mengacu pada postur penderita yang membungkuk akibat nyeri sendi hebat (arthralgia).
2.2    Etiologi.
Penyakit Chikungunya disebabkan oleh virus Chikungunya (CHIKV). CHIKV termasuk keluarga Togaviridae, Genus Alphavirus dan ditularkan oleh nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus.
CHIKV sebagai penyebab Chikungunya masih belum diketahui pola masuknya ke Indonesia. Sekitar 200-300 tahun lalu CHIKV merupakan virus pada hewan primata di tengah hutan atau savana di Afrika. Satwa primata yang dinilai sebagai pelestari virus adalah bangsa baboon (Papio sp), Cercopithecus sp. Siklus di hutan diantara satwa primata dilakukan oleh nyamuk Aedes sp (Ae africanus, Ae luteocephalus, Ae opok, Ae furciper, Ae taylori, Ae cordelierri).
2.3    Masa Inkubasi.
Masa inkubasi Chikungunya adalah 2-12 hari tetapi pada umumnya 3-7 hari.
2.4    Tanda Dan Gejala.
Infeksi yang tidak menampakkan gejala yang khas sering terjadi terutama pada anak-anak dan gejala nyeri sendi terutama banyak dialami oleh wanita dewasa.

Demam.
Biasanya demam tinggi, timbul mendadak disertai menggigil dan muka kemerahan. Panas tinggi bisa bertahan selama 2-3 haridilanjutkan dengan penurunan suhu tubuh selama 1-2 hari kemudian naik lagi membentuk kurva “Sadle back fever” (Bifasik). Demam bisa disertai menggigil dan muka kemerahan (flushed face). Pada beberapa penderita mengeluh nyeri dibelakang bola mata dan bisa terlihat mata kemerahan (injection conjunctiva), mata berair dan rasa terbakar pada mata.
Sakit Persendian.
Nyeri sendi biasanya terlokalisir di daerah sendi yang besar, tetapi bisa juga di beberapa sendi kecil. Persendian yang nyeri tidak bengkak tetapi teraba lebih lunak. Nyeri persendian ini sering merupakan keluhan yang pertama muncul sebelum timbul demam dan dapat bermanifestasi berat menyerupai artritis rheumatoid, sehingga kadang-kadang penderita memerlukan kursi roda sebelum datang berobat ke fasilitas kesehatan. Pada pemeriksaan sendi tidak terlihat tanda-tanda pengumpulan cairan sendi. Sendi yang sering dikeluhkan adalah sendi lutut, siku, pergelangan, jari kaki dan tangan serta tulang belakang. Pada posisi berbaring biasanya penderita miring dengan lutut tertekuk dan berusaha mengurangi dan membatasi gerakan. Artritis ini dapat bertahan selama beberapa minggu, bulan bahkan ada yang sampai bertahan beberapa tahun sehingga dapat menyerupai Rheumatoid Artritis.
Nyeri Otot.
Nyeri otot (fibromyalgia) bisa pada seluruh otot terutama pada otot penyangga berat Badan seperti pada otot bagian leher, daerah bahu dan anggota gerak. Kadang-kadang Terjadi pembengkakan pada otot sekitar mata kaki atau sekitar pergelangan kaki (Achilles).
Bercak Kemerahan (rash) Pada Kulit.
Kemerahan pada kulit bisa terjadi pada seluruh tubuh berbentuk makulo-popular (viral rash), sentrifugal (mengarah ke bagian anggota gerak, telapak tangan dan telapak kaki). Bercak kemerahan ini terjadi pada hari pertama demam, tetapi lebih sering muncul pada hari ke 4-5 demam. Lokasi kemerahan biasanya pada daerah muka, badan, tangan, dan kaki.
Sakit Kepala.
Keluhan sakit kepala merupakan keluhan yang sering ditemui. Biasanya sakit kepala tidak terlalu berat.
Kejang dan Penurunan Kesadaran.
         Kejang biasanya pada anak karena panas yang terlalu tinggi jadi bukan secara langsung oleh penyakitnya. Kadang-kadang kejang disertai penurunan kesadaran. Pemeriksaan cairan spinal (cerebro spinal) tidak ditemukan kelainan biokimia dan jumlah sel.
Manifestasi Perdarahan.
Tidak ditemukan perdarahan pada pengamatan dini walaupun pernah dilaporkan di India terjadi perdarahan gusi pada 5 anak dari 70 anak yang diobservasi.
Gejala lain.
Gejala lain yang kadang-kadang dapat ditemui adalah pembesaran kelenjar getah bening di bagian leher dan kolaps pembuluh darah kapiler.
2.5    Pemeriksaan Laboratorium.
Serum manusia
Pemeriksaan serologis (IgM / IgG) dengan cara ELISA, HI, RDT (Rapid Diagnostik) dan pemeriksaan dengan PCR (Polymerase Chain Reaction ).
Vektor (nyamuk dewasa)
Isolasi virus dengan biakan Polymerase Chain Reaction ( PCR )
Tempat pemeriksaan : badan LitBangke, BTKL dan BLK sentinel dan untuk RDT dapat dilakukan di semua tempat pelayanan kesehatan. Untuk pemeriksaan awal dilakukan pemeriksaan :
Hematologi Rutin.
1.      Pemeriksaan Kadar Hemoglobin : Biasanya dijumpai Hb normal atau    anemia bila ada perdarahan.
2.      Pemeriksaan Trombosit : dapat ditemukan trombositopenia.
3.      Pemeriksaan Hematokrit : Hmt normal atau meningkat bila dengan dehidrasi.
4.      Pemeriksaan Leukosit : leukopenia atau Leukositosis.
5.      Hitung Jenis Leukosit : limfositosis.
6.      Pemeriksaan Laju Endap Darah : LED meningkat karena adanya infeksi.
7.      Kimia Klinik
Fungsi hati SGOT, SGPT dan bilirubun total/direk yang bisa meningkat bila dijumpai hepatomegali. CK (creatinin kinase) yang meningkat karena adanya nyeri otot.
8.      Serologis DHF : Anti DHF IgM-IgG untuk menyingkirkan DBD.
Untuk memastikan diagnosis dilakukan pemeriksaan : (1)
I.   Sampel dari penderita (manusia)
a. isolasi virus dari inokulasi serum fase akut
b. pemeriksaan serologis dengan cara ELISA
c. pemeriksaan IgM dan IgG dengan metode Immuno Fluorescent Assay (IFA)
d.  pemeriksaan materi genetik dengan Polymerase ChainReaction (PCR)
e.  pemeriksaan antibodi dengan uji Hemaglutinasi Inhibisi (HI Test), serum diambil pada masa akut (hari ke 5 mulai demam) dan serum konvalesen pada minggu ke 2 sesudah demam.
Interpretasi hasil IFA :
(1) Bila IgM (-) dan IgG (-) dengan gejala klinis jelas, pemeriksaan diulang 10-14 hari kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang IgM (+) IgG (-), berarti infeksi akut primer.
(2) Bila IgM (-) IgG (+) dilakukan pemeriksaan ulang 10-14 hari kemudian. Bila hasil pemeriksaan ulang IgG (+) dengan kenaikan titer > 4X berarti infeksi sekunder dipertanyakan (?).
(3) Bila IgM (+) IgG (+) berarti sedang terjadi infeksi sekunder.
II.   Vektor (nyamuk)
a. Isolasi virus dengan biakan.
b. Pemeriksaan dengan PCR.
Saat ini Departemen Kesehatan melalui Badan LitBangke, BTKL dan BLK sentinel dapat melakukan pemeriksaan konfirmasi tersebut (HI dan ELISA), dengan cara mengirimkan sampel serum pasien dan orang-orang sekitar yang dicurigai ke Badan LitBangke, BTKL dan BLK sentinel. Untuk RDT dapat dilakukan pemeriksaan di semua tempat pelayanan kesehatan.
Cara pengambilan dan pengiriman sampel serum : (dapat dilakukan di PKM)
1. Lakukan vena punksi untuk mengambil darah vena sebanyak (5-7 cc)  dimasukkan dalam tabung kaca yang pakai penutup.
2. Diamkan selama (10-15) menit sampai darah membeku.
3. Kemudian lakukan sentrifugasi 1500 rpm selama 10 menit untuk   memisahkan serumnya.
4. Pisahkan serum dengan menggunakan pipet dan masukan ke dalam tabung sampel dengan tutup ulir yang sudah diberi identitas pasien.
5. Sebelum dikirim ke LitBangke dan LABKES serum sampel disimpan di lemari pendingin c/BUKAN DALAM FREEZER, bisa sampai selama 2 minggu (sampai°dengan suhu 4-8 serum konvalesen didapat). Serum sampel yang dikirim sebaiknya sepasang (akut dan konvalesen).
6. Pengiriman sampel harus sesuai prosedur, didalam cool box dengan dilapisi dry ice / cool pack supaya suhu pengiriman tetap antara 4-8C / BUKAN DALAM FREEZER.
7. Didalam wadah tempat pengiriman harus dituliskan alamat pengirim dan penerima dengan jelas.
8. Sebelum mengirim sampel pasien, pengirim sebaiknya memberitahukan kepada penerima sampel, dalam hal ini Bagian Virologi LitBangke, BTKL dan LABKES. (Depkes RI,Hal 6-8 2003)

2.6    Terapi
Sampai saat ini belum ditemukan obat spesifik untuk penyakit ini dan juga belum ditemukan vaksin yang berguna sebagai tindakan preventif, pengobatan hanya bersifat simptomatis dan supportif. Perjalanan penyakit ini umumnya cukup baik karena bersifat self limitepd yakni akan sembuh sendiri. Adakalanya penderita dirawat di RS lantaran kondisi yang lemah dan lunglai dan keadaan ini acapkali menakutkan bagi penderita dan keluarganya. Namun, pada penderita yang telah terinfeksi timbul imunitas / kekebalan terhadap penyakit ini dalam jangka panjang.
Simptomatis ( mengatasi gejala ).
Aspirin dan steroid harus dihindari. Bisa dengan obat Antipiretik, analgetik (Non-Aspirin Analgetik; Non Steroid Anti Inflamasi Drug parasetamol, antalgin, natrium diklofenak, piroksikam, ibuprofen, dll; obat anti mual dan muntah : dimenhidramin atau metoklopramid), minum cukup, makanan bergizi, cegah kejang.
Supportif.
Tirah baring, batasi pergerakan, konsumsi vitamin.
Sekuele nyeri sendi (bila terjadi) :
1. Simptomatis : NSAID.
2. Supportif : rehabilitasi (fisiotherapy).
(Depkes RI,hal :8 2003)
2.7    Prognosis.
Penyakit ini bersifat self limiting diseases, tidak pernah dilaporkan adanya kematian. Keluhan sendi mungkin berlangsung lama. Brighton meneliti pada 107 kasus infeksi Chikungunya 87,9% sembuh sempurna, 3,7% mengalami kekakuan sendi atau mild discomfort, 2,8% mempunyai persistent residual joint stiffness tapi tidak nyeri dan 5,6% mempunyai keluhan sendi yang persistent, kaku dan sering mengalami efusi sendi.
2.8    Komplikasi.
Dalam literatur ilmiah belum pernah dilaporkan kematian, kasus neuroinvasif atau kasus perdarahan yang berhubungan dengan infeksi virus Chikungunya. Pada kasus anak komplikasi dapat terjadi dalam bentuk : kolaps pembuluh darah, renjatan, miokarditis, ensefalopati, dan sebagainya namun ini jarang ditemukan.
2.9    Diagnosis Banding.
Diagnosis banding penyakit Chikungunya yang paling mendekati adalah Demam Dengue atau Demam Berdarah Dengue.

2.10  Pencegahan.
Mengingat sampai sat ini kematian karena Chikungunya belum pernah dilaporkan, juga belum ada obat dan vaksin terhadap penyakit ini, maka upaya pencegahan dititikberatkan pada pemberantasan sarang nyamuk penular dengan membasmi jentik nyamuk penular di tempat perindukannya.
 Penderita sebaiknya diisolasi dari gigitan nyamuk sehingga dapat mencegah penularan ke orang lain. Setiap orang dapat mencegah gigitan nyamuk penular Chikungunya dengan repelan, kelambu, obat nyamuk bakar dan semprot atau rumah dengan kasa anti nyamuk. Tetapi yang terbaik adalah membebaskan sarang nyamuk di setiap rumah dan juga rumah-rumah tetangganya, asrama, sekolah, masjid, terminal dan tempat-tempat umum lainnya. Pembersihan sarang nyamuk di rumah sendiri adalah sangat penting, tetapi adanya sarang nyamuk di rumah tetangga merupakan ancaman penyebaran Chikungunya karena nyamuk dapat terbang sangat jauh.
Dalam upaya mencapai hasil yang diinginkan dari pemberantasan vektor penular penyakit ini maka sangat penting untuk memusatkan pada pemberantasan sumber jentik dan harus melibatkan masyarakat, sektor lain baik swasta, LSM dan sebagainya. Untuk itu perlu diterapkan pendekatan terpadu pengendalian nyamuk dengan menggunakan metode yang tepat (modifikasi lingkungan, biologi dan kimiawi) yang aman, murah dan ramah lingkungan.
Metode pengendalian nyamuk
a.       Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN).
b.      Tujuan : Mengendalikan populasi nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus sehingga penularan Chikungunya dapat dicegah atau dibatasi.
c.       Sasaran.                                                 
      Semua tempat perkembangbiakan nyamuk penular Chikungunya.
a)      Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari.
b)      Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari-hari (non-TPA).
c)      empat penampungan air alamiah.
d.      Ukuran keberhasilan.
Keberhasilan kegiatan PSN Chikungunya antara lain dapat diukur dengan Angka Bebas Jentik (ABJ), apabila ABJ ≥ 95% diharapkan penularan Chikungunya dapat dicegah atau dikurangi.
Cara memberantas nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang tepat guna ialah dengan melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk (PSN) yaitu kegiatan memberantas jentik ditempat berkembangbiaknya dengan cara :
1. Kimiawi (Larvasidasi).
Larvasidasi adalah pemberantasan jentik dengan menaburkan bubuk larvasida. Pemberantasan jentik dengan bahan kimia tersebut untuk wadah yang tidak dapat dibersihkan, dikuras, juga dianjurkan pada daerah yang sulit air. Bila wadah telah diberi larvasida maka jangan dikuras selama 2-3 bulan. Kegiatan ini tepat digunakan apabila surveilans epidemiologi penyakit penyakit dan vektor menunjukkan adanya periode berisiko tinggi dan di lokasi dimana KLB mungkin timbul. Menentukan waktu dan tempat yang tepat untuk pelaksanan larvasidasi sangat penting untuk memaksimalkan efektivitasnya.
Terdapat 2 jenis larvasidasi (insektisida) yang dapat digunakan pada wadah yang dipakai untuk menampung air bersih (TPA) yakni :
(1) Temephos 1%.
Formulasi yang digunakan adalah granules (sand granules). Dosis yang digunakan adalah 1  1 sdm rata) untuk tiap 100 L air. Dosis ini telah terbukti±ppm atau 10 gram ( efektif selama 8-12 minggu (2-3 bulan). (2) Insect Growth Regulators ( Pengatur Pertumbuhan Serangga )
Insect Growth Regulators (IGRs) mampu menghalang pertumbuhan nyamuk dimasa sebelum dewasa dengan menghambat proses chitin synthesis selama masa jentik berganti atau mengacaukan proses perubahan pupa menjadi nyamuk dewasa. Contoh IGRs adalah Methroprene dan Phyriproiphene. Secara umum IGRS akan memberikan efek ketahanan 3-6 bulan dengan dosis yang cukup rendah bila digunakan di dalam tempat penampungan air.
Kegiatan larvasidasi meliputi :
a.  Larvasidasi Selektif.
Larvasidasi selektif adalah kegiatan pemeriksaan tempat penampungan air (TPA) baik di dalam maupun di luar rumah pada seluruh rumah dan bangunan di desa/kelurahan endemis dan sporadis serta penaburan bubuk larvasida pada TPA yang ditemukan jentik dan dilaksanakan 4 kali dalam 1 tahun (3 bulan sekali). Pelaksana larvasidasi adalah kader yang telah dilatih oleh petugas Puskesmas. Tujuan larvasidasi selektif adalah sebagai tindakan sweeping hasil penggerakan masyarakat dalam Pemberantasan Sarang Nyamuk.
b. Larvasidasi Massal.
Larvasidasi massal adalah penaburan bubuk larvasida secara serentak diseluruh wilayah/daerah tertentu di semua tempat penampungan air baik terdapat jentik maupun tidak ada jentik di seluruh bangunan termasuk rumah, kantor-kantor dan sekolah. Kegiatan larvasidasi massal ini dilaksanakan di lokasi terjadinya KLB Chikungunya.
2. Biologi
Penerapan pengendalian biologis yang ditujukan langsung terhadap jentik hanya terbatas pada sasaran berskala kecil. Pengendalian dengan cara ini misalnya dengan memelihara ikan pemakan jentik atau dengan bakteri.  
Ikan yang biasa dipakai adalah ikan larvavorus (Gambusia affins, Poecilia reticulata dan ikan adu), sedang ikan bakteri yang dinilai efektif untuk pengendalian ini ada 2 spesies yakni bakteri Bacillus thuringiensis serotipe H-14(Bt.H-14) dan Bacillus sphaericus (Bs) yang memproduksi endotoksin.
3. Fisik.
Pengendalian secara fisik ini dikenal dengan kegiatan 3M Plus (Menguras, Menutup, Mengubur) yaitu :
a. Menguras dan menyikat tempat-tempat penampungan air, seperti bak mandi / wc, drum dan lain-lain seminggu sekali (M1).
b. Menutup rapat-rapat tempat penampungan air, seperti gentong air / tempayan dan lain-lain (M2).
c. Mengubur atau menyingkirkan barang-barang bekas yang dapat menampung air hujan (M3).
Selain itu ditambah dengan cara lainnya, seperti :
a. Mengganti air vas bunga, tempat minum burung atau tempat-tempat lainnya yang sejenis seminggu sekali.
b. Memperbaiki saluran dan talang air yang tidak lancar/ rusak.
c. Menutup lubang-lubang pada potongan bambu/ pohon dan lain-lain (dengan tanah, dan lain-lain).
d. Memelihara ikan pemakan jentik di kolam/ bak penampungan air.
e. Memasang kawat kasa.
f. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian yang telah digunakan.
g. Mengupayakan pencahayaan dan ventilasi ruang yang memadai.
h. Menggunakan kelambu.
i. Memakai obat yang dapat mencegah gigitan nyamuk.
j. Memasang ovitrap.
                    
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A.           Jenis Penelitan
Jenis penelitian dilakukan secara cross sectional, artinya penelitian ini dilakukan 1 kali dalam satu waktu. Pengambilan data primer adalah dengan wawancara secara terstruktur dengan kuesioner pada masyarakat daerah yang diduga terjangkit chikungunya.
B.           Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilaksanakan diwilayah kerja puskesmas tumpaan, yaitu jaga II pada tanggal 12 maret 2011
C.           Subyek Penelitian
Subyek yang menjadi sampel adalah warga jaga II desa Tumpaan Baru dimana terdapat dugaan terjangkit chikungunya didasari oleh banyaknya laporan dari masyarakat berhubungan dengan beberapa warganya yang diduga terjangkit chikungunya. Subyek penelitian sebanyak 30 responden yang dipilih secara acak.
D.          Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan terdiri dari 4 variabel, yaitu skor pengetahuan, sikap, perilaku dan lingkungan masyarakat. Masing-masing variabel terbagi menjadi 3 tingkatan. Tingkatan skor pengetahuan adalah rendah (0-4), sedang (5-7), dan tinggi (8-10). Untuk tingkatan sikap terbagi menjadi rendah (0-4), sedang (5-7), dan tinggi (8-10). Dan untuk perilaku terbagi menjadi rendah (0-4), sedang (5-7), dan tinggi (8-10). Sedangkan untuk lingkungan terbagi menjadi rendah (0-4), sedang (5-7) dan tinggi (8-10).


E.           Pengumpulan Data Penelitian
Data diperoleh dari jawaban kuesioner yang dibacakan oleh observer dan dilakukan observasi disekitar lingkungan responden.
F.            Alat Bantu dan Bahan Penelitian
Alat bantu pengumpulan data berupa quisioner yang berisi pertanyaan. Contoh kuesioner beserta penilaian terdapat pada lampiran.















BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A.           HASIL
Penelitian ini berupa penelitian observasional untuk melihat tingkat pengetahuan, sikap, perilaku dan lingkungan terhadap penyakit chikungunya pada masyarakat desa tumpaan jagaII, kec tumpaan kab Minsel Penelitian dilakukan selama 1 hari pada tanggal 12 Maret 2011. Sebanyak 30 lembar kuesioner dibagikan dan dilakukan pula observasi pada lingkungan tempat tinggal responden

         Tabel 1. Karakteristik Sampel
Parameter
Nilai
1.      Jenis Kelamin
a.       Pria
b.      Wanita
2.      Umur
a.       Mean
b.      Max
c.       Min
3.      Pekerjaan
a.       Tidak bekerja
b.      Pelajar/Mahasiswa
c.       Karyawan
d.      Wiraswasta
4.      Pendidikan
a.       Tidak sekolah
b.      SD
c.       SMP-SMA
d.      Sarjana

11 (36,64%)
19 (63,27%)

42,6
68
14

14 (46,62%)
3 (9,99%)
9 (29,97%)
4 (13,32%)

2 (6,66%)
7 (23,31%)
19 (63,27%)
2 (6,66%)

Karakteristik sampel dapat dilihat pada tabel 1.  Sampel terbanyak adalah wanita dengan pendidikan terbanyak adalah SMA. Pekerjaan terbanyak adalah ibu rumah tangga dan pada tabel tersebut dimasukkan ke dalam tidak bekerja. Rata-rata umur adalah 42,6

Tabel 2. Skor Pengetahuan, Sikap, Perilaku dan Lingkungan masyarakat terhadap penyakit Chikungunya
Parameter
Jumlah
Rendah
Sedang
Baik
1
Pengetahuan
 2 (6,7%)
23 (76,7%)
      5 (16,7%)
2
Sikap
1 (3%)
5 (17%)
24 (80%)
3
Perilaku
3 (10%)
5 (17%)
22 (73%)
4
Lingkungan
3 (10%)
11 (37%)
16 (53%)

Kriteria penilaian untuk menentukan skor pengetahuan, sikap, prilaku  masyarakat adalah: Rendah/ buruk (0- 30) , Sedang ( 4- 6), Tinggi/ baik ( 7- 10), sedangkan untuk skoring lingkungan: Rendah ( 0-4), Sedang (5-7), Baik (8- 10).
Nilai skor variable PSPL dapat dilihat pada tabel 2. Untuk variable pengetahuan menunjukkan tingkat PSPL kebanyakan adalah sedang. Untuk variable sikap, perilaku dan lingkungan menunjukkan tingkat PSPL kebanyakan adalah Baik.

B.           PEMBAHASAN
Tingkat PSPL yang didapat kebanyakan adalah baik, walaupun Tingkat pengetahuan masyarakat secara dominan adalah sedang yakni 76, 7 %. Hal ini bisa dikatakan sebagai sesuatu yang cukup baik dilihat dari tingkat pendidikan masyarakat yang di dominasi SMA. Variable sikap, Perilaku dan lingkungan menunjukan skor yang baik dikarenakan karena puskesmas secara rutin melakukan program penyuluhan-penyuluhan mengenai penyakit demam berdarah yang dalam pemberantasannya berkenaan dengan sikap, perilaku dan lingkungan yang hampir sama dengan pemberantasan penyakit chikungunya.









BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN


A.           KESIMPULAN
Dari uraian di atas maka dapat disimpulkan :
1.      Tingkat pengetahuan masyarakat desa tumpaan Jaga II, kec,Tumpaan kab Minsel terhadap chikungunya 76,6% adalah sedang
2.      Tingkat sikap warga Desa Tumpaan jaga II Kec, Tumpaan Kab,Minsel terhadap chikungunya sebanyak 80% adalah tinggi
3.      Tingkat perilaku warga Desa tumpaan Jaga II kec, tumpaan kab,Minsel terhadap chikungunya sebanyak 73% adalah tinggi
4.      Tingkat Lingkungan warga Desa Tumpaan Baru Jaga II terhadap chikungunya sebanyak 53% adalah tinggi.
5.      Tingkat perilaku masih berupa data quisioner dan memerlukan data pengamatan langsung.

B.     SARAN
1.      Perlu dilakukan penelitian pengamatan langsung terhadap perilaku pada masyarakat di Desa Tumpaan Jaga II Kec Tumpaan Kab Minsel dalam waktu yang lebih lama lagi.
2.      Perlu dilakukan pengamatan terhadap lingkungan di Desa Tumpaan Baru Jaga II kec, Tumpaan Kab, Minsel secara berkala untuk mencegah terjadinya penyakit 2 chikungunya dan penyakit infeksi lainnya.

DAFTAR PUSTAKA

1.       Sunoto, Chikungunya, dalam Markum, Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid I, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta, 1991. hal. 448 - 66.
2.       Hassan, R. dan Alatas, H. Penyakit Infeksi, dalam Buku Kuliah I Ilmu Kesehatan Anak, Bagian Ilmu Kesehatan Anak Universitas Indonesia, Jakarta, 1985, hal. 283 - 310.
3.       Sunarto. dkk, Chikungunya, dalam Standar Pelayanan Medis RSUP Dr. Sardjito, ed. 2, Cetakan I. Medika Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 2000, hal. 86.
4.       Jaweta, Melnick, Adelberg, Mikrobiologi untuk Profesi Kesehatan, ed. 16, EGC, Jakarta, 1986, hal. 599 - 602.
5.       Pedoman Pemberantasan Penyakit Infeksi. Mentri Kesehatan Republik Indonesia. Available from : http://www.depkes.go.id/downloads/SK1216-01.pdf
6.      Hendarwanto. Penyakit chikungunya, Dalam: Waspadji S, Rachman AM, Lesmana LA, dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi ketiga. Jakarta: Pusat Informasi dan Penerbit Bagian Ilmu Penyakit Dalam FKUI ;1996. 451-57.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

kumpulan askep